Medah Harus Legowo

id Golkar

Medah Harus Legowo

Ketua DPD Partai Golkar NTT Ibrahim Agustinus Medah

"Medah harus berjiwa besar dan legowo, sekaligus meneladani sesepuh Golkar di NTT Daniel Woda Pale yang bersikap elegan dengan mengundurkan diri pada Pilgub 2003 lalu," kata Ahmad Atang.
Kupang (Antara NTT) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang berpendapat, Ketua DPD Partai Golkar NTT Ibrahim Agustinus Medah harus legowo menghadapi keputusan DPP Partai Golkar untuk tidak mengusungnya menjadi calon gubernur dalam Pilgub 2018.

"Medah harus berjiwa besar dan legowo, sekaligus meneladani sesepuh Golkar di NTT Daniel Woda Pale yang bersikap elegan dengan mengundurkan diri pada Pilgub 2003 lalu," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Selasa.

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan pernyataan Ketua DPD Partai Golkar NTT Ibrahim Agustinus Medah yang mengancam akan maju dari partai lain jika keinginannya tidak diakomodir Golkar.

Pernyataan anggota DPD RI itu menyusul sikap DPP Partai Golkar yang keluar dari keputusan DPD Partai Golkar se-NTT yang menetapkan Medah sebagai calon tunggal Gubernur NTT dari partai Golkar.

Ahmad Atang mengatakan, Daniel Woda Pale pada Pilgub NTT Periode 2003-2008 hadir dengan filosofi, pohon yang rindang harus dipangkas, biarlah tumbuh tunas-tunas baru. Sebuah filosofi yang menjawab pertanyaan terkait kaderisasi Partai Golkar di NTT.

Atas alasan itu juga Woda Pale memilih kader muda Golkar NTT waktu itu, Eston Foenay sebagai calon Gubernur NTT Periode 2003-2008. Padahal saat itu ia sendiri menjabat Ketua DPD I Partai Golkar NTT sekaligus Ketua DPRD NTT.

"Sikap Daniel Woda Pale waktu itu meletakkan nilai-nilai politik yang elegan. Sehingga saat ini ditokohkan dan menjadi guru politik tempat bertanya," kata Ahmad Atang.

Ahmad Atang menambahkan, Ibrahim Medah sebagai politisi mempunyai hak politik untuk menjadi calon Gubernur NTT.

Namun demikian, sebagai kader dan ketua golkar, Medah merupakan politisi kawakan rasanya tidak elegan jika harus mencari kendaraan lain hanya karena tidak diakomodir melalui pintu golkar.

Langka Medah ini memang bukan hal yang aneh di golkar karena kasus yang sama juga sering dilakukan oleh kader golkar bukan hanya di level daerah saja tapi juga di level pusat.

Eksodus kader partai berlambang pohon beringin tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan pusat.

"Tetapi bagi saya, terlalu murah jika Medah harus menggadaikan kehebatannya menjadi runtuh karena sebuah jabatan kekuasaan. Sekali lagi ini adalah hak politik Medah," katanya.

Dia berharap Medah sebagai politisi senior di golkar khususnya dan untuk kepentingan politisi yunior umumnya di NTT, mestinya mewariskan nilai politik sebagai seorang politisi yang negarawan untuk selalu menyiapkan kader sebanyak-banyaknya untuk didistribusikan kepada setiap level kepemimpinan politik.

Jika itu yang dilakukan, maka Medah akan dikenang sebagai sosok guru politik sama halnya seperti Daniel Woda Paleh.

"Filosofi dan Woda Pale yang saya ingat betul adalah pohon yang rindang harus dipangkas agar tumbuh tunas-tunas baru. Ini bermakna soal kaderisasi," katanya.

"Artinya, saatnya yang senior mengalah. Ini yang saya maksudkan dengan mewariskan nilai politik yang beradab bukan nilai politik kutu loncat," kata Ahmad Atang.