Produksi Rumput Laut Capai 630.000 Ton

id rumput laut

Produksi Rumput Laut Capai 630.000 Ton

Produksi rumput laut di Nusa Tenggara Timur hingga Juli 2017 sudah mencapai 630.000 dengan nilai produksi sekitar Rp560 miliar lebih.

"Ini catatan produksi hingga Juli 2017 dengan nilai produksi sekitar Rp560 miliar lebih," kata Ganef Wurgiyanto.
Kupang (Antara NTT) - Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Timur mencatat produksi rumput laut di wilayah provinsi berbasis kepulauan ini sudah mencapai 630.000 ton, yang terdiri dari rumput laut basah sebanyak 560.000 ton, dan  rumput laut kering sebanyak 70.000 ton.

"Ini catatan produksi hingga Juli 2017 dengan nilai produksi sekitar Rp560 miliar lebih," kata Ganef Wurgiyanto, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Timur kepada Antara di Kupang, Sabtu.

Mantan Kepala Bidang Perikanan Tangkap itu, menyebut sejumlah daerah yang mengembangkan potensi rumput laut yang besar, seperti Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Alor, dan Flores Timur.

Daerah-daerah yang belum menonjol, terutama di Pulau Timor, seperti Kabupaten Belu, Malaka, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, dan Kota Kupang.

Rumput laut, kata dia, merupakan salah satu hasil budidaya laut yang diunggulkan di provinsi dengan luas wilayah laut mencapai 200.000 kilometer persegi itu.

"Potensi kita di daerah dengan wilayah laut yang luas ini memang memadai namun tingkat pemanfaatannya masih perlu terus didorong karena belum merata di setiap daerah pesisir," katanya.

Ganef mengatakan pengembangan rumput laut seyogyanya membutuhkan dukungan bibit unggul, yang selama ini masih sulit diperoleh karena mengandalkan pasokan dari luar daerah, seperti Nusa Tenggara Barat dan Bali.

Untuk itu, DKP dalam rencana besarnya telah membangun komunikasi dengan PT Sampoerna untuk berinvestasi mengembangkan laboratorium kultur jaringan rumput laut di provinsi itu untuk menghasilkan bibit-bibit unggul.

Ia menjelaskan pengembangannya dilakukan melalui lima klaster yang sudah ada, di antaranya klaster Kupang meliputi wilayah Pulau Timor dan Rote, klaster Sumba Timur meliputi seluruh wilayah Pulau Sumba.

Selain itu, klaster Lembata meliputi Kabupaten Alor, Kabupaten Lembata, Kabupaten Flores Timur, dan Kabupaten Sika, serta klaster Manggarai meliputi sejumlah kabupaten di bagian barat Pulau Flores dari Manggarai Barat hingga Ende.

"Pada setiap klaster itu masing-masing akan ditentukan satu lokasi untuk pembangunan kebun bibit rumput laut yang hasilnya dipasok ke setiap daerah," katanya.

Ia berharap, kerja sama tersebut segera diwujudkan untuk memastikan pasokan bibit-bibit rumput laut yang unggul dalam jumlah yang memadai ke setiap daerah agar produktivitas terus meningkat.

Pada 2016, produksi rumput laut di wilayah provinsi selaksa nusa itu telah mencapai sekitar 1,8 juta ton lebih rumput laut basah dan 229.000 ton rumput laut kering, dengan nilai produksi mencapai sekitar Rp1,84 triliun.

Periode memilukan
Pengembangan serta usaha budidaya rumput laut di sejumlah wilayah pesisir di Nusa Tenggara Timur, seperti di Pulau Rote, Kabupaten Kupang Kupang, Sabu Raijua, serta Pulau Alor mengalami masa yang sulit terutama dalam periode 2010-2015.

Dalam kurun waktu tersebut, semua usaha pengembangan dan budidaya emas hijau itu mengalami periode yang memilukan akibat wilayah perairan budidaya tercemar minyak mentah (crude oil) pascameledaknya anjungan minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor pada 21 Agustus 2009.

Anjungan minyak Montara milik perusahaan asal Thailand, PTTEP itu memuntahkan jutaan liter minyak mentah serta zat beracun lainnya ke wilayah perairan Indonesia di Laut Timor sampai ke wilayah pesisir kepulauan Nusa Tenggara Timur.

Kondisi inilah yang kemudian memutus mata rantai usaha budidaya di wilayah pesisir Nusa Tenggara Timur pada periode tersebut, sehingga memaksa lebih dari 3.000 petani rumput laut di wilayah Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Kupang terpaksa menggugat PTTEP secara class action di Pengadilan Federal Australia di Sydney.

Gugatan hukum para petani rumput laut itu diadvokasi oleh Ketua Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni, yang hingga kini masih terus menanti sebuah keputusan pengadilan yang jujur dan berkeadilan bagi para petani rumput laut di kedua kabupaten itu.

"Saya tetap optimistis bahwa semua usaha dan upaya yang dilakukan selama hampir delapan tahun lamanya ini, pasti akan indah pada waktunya. Kebenaran akan dapat mengalahkan segalanya, dan saya yakin hal itu pasti akan terjadi," demikian Ferdi Tanoni.