Penghuni "Kampung Jokowi" Minta Listrik

id jokowi

 Penghuni "Kampung Jokowi" Minta  Listrik

Kampung Jokowi di Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu. (dok)

Sebanyak 100 KK penghuni "kampung Jokowi" di Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, NTT mendesak pemerintah untuk menuntaskan fasilitas listrik dan air di lokasi itu.
Kupang (Antara NTT) - Sebanyak 100 kepala keluarga penghuni "kampung Jokowi" di Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, wilayah yang berapit dengan Distric Bobonaro, Timor Leste mendesak pemerintah untuk menuntaskan fasilitas listrik dan air di lokasi itu.

"Sejak dihuni 100 kepala keluarga miskin di lokasi itu pada Mei 2017 lalu, fasilitas listrik dan air belum juga tuntas tersedia. Kami sudah sampaikan ke pemerintah daerah namun belum juga ada tanggapan," kata Kepala Desa Silawan Ferdinandus Bili Mones yang menghubungi Antara dari Atambua, Rabu, (23/8).

Menurut dia, untuk fasilitas listrik, sampai saat ini baru terpasang di 10 unit rumah dari 100 unit rumah yang ada di lokasi perumahan bantuan Kementerian PUPR yang dibangun dengan APBN itu.

Untuk mengatasi kekurangan penerangan itu, warga penghuni `kampung Jokowi` itu lalu bersepakat untuk saling membagi aliran listrik yang ada. 

"Jadi 90 rumah yang belum ada aliran lalu menarik aliran listrik dari 10 rumah yang sudah berlistrik itu. Betapa sebuah kesepakatan yang membahayakan namun harus dilakukan," katanya.

Melalui pemerintah daerah, pihak PLN sudah diminta menjelaskan dan selanjutnya diharap akan terjadi penambahan listrik di 90 unit yang belum terisi, namun hingga saat ini pun belum ada respon dari perusahaan yang menangani listrik warga itu.

Jujur, warga miskin penghuni perumahan bantuan pemerintah itu sangat kecewa. "Di awal sebelum warga miskin penerima manfaat tinggal di rumah bantuan itu, sudah disampaikan bahwa listrik dan air akan menjadi satu paket dengan pekerjaan rumah, namun nyatanya tidak pernah ada," katanya.

Hal sama juga terjadi pada fasilitas air bersih yang awal juga dijanjikan akan ada di setiap rumah warga. Memang pada saat pengerjaan 100 unit rumah yang berada di lahan seluas tiga hektare milik pemerintah itu, turut dilakukan pengeboran sumur. Namun saat rumah selesai dibangun, sumur yang dibangun di salah satu sudut lahan perumahan itu pun mangkrak.

"Kami warga tidak tahu menahu apa persoalannya karena bukan menjadi urusan warga. Dan sampai saat ini sumur itu pun tak berporduksi," katanya.

Untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan air bersih warga di kampung itu, warga harus berjalan sejauh 500 meter ke kampung lama untuk mendapatkan air.

Memang di kampung lama Desa Silawan, terdapat satu sumur yang menjadi sandaran warga desa yang berjarak 100 meter dari Pintu Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain itu. Di sumur itulah, warga penghuni `kampung Jokowi` bersama warga Desa Silawan lainnya menggantungkan kebutuhan air bersih dalam rumahnya.

Menurut informasi yang diperoleh, kata Ferdinandus, penggalian sumur menjadi tanggung jawab Balai Sungai Wilayah (BSW) Kementerian PUPR. "Kamipun sudah minta pemerintah daerah lakukan komunikasi dengan pihak balai namun masih nihil hasilnya," katanya.

Keluarga miskin penghuni `kampung Jokowi` rata-rata adalah petani kecil miskin, buruh bangunan, petugas pengangkut barang (porter) di PLBN MOtaain, dan pekerja seraburan lainnya.

Dalam kondisi itulah, Pemerintah Desa Silawan berharap agar pemerintah dan para pihak yang bertanggung jawab untuk mengatur semua fasilitas yang masih belum lengkap, seperti listrik (PLN) dan air bersih (BSW), agar bisa segera tuntaskan. 

"Sebentar lagi daerah ini memasuki puncak kemarau, kami harap pihak BSW sudah bisa selesaikan sumurnya agar warga penghuni `kampung Jokowi` tidak kekeringan," katanya berharap.

Nawacita Pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan membangun dari pinggiran, harus bisa tercermin dan diimplementasi para eksekutor di daerah dan wilayah. "Ini semua demi kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan," kata Ferdinandus.