Lima Titik Panas Sebabkan Kebakaran di NTT

id hotspot

Lima Titik Panas Sebabkan Kebakaran di NTT

Hasil foto Satelit Terra dan Aqua berhasil merekam lima titik panas di NTT yang kemudian memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan di sekitarnya.

Hasil foto citra Satelit Terra dan Aqua berhasil merekam lima titik panas (hotspot) di wilayah NTT yang menjadi pemicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan di sekitarnya.
Kupang (Antara NTT) - Hasil foto citra Satelit Terra dan Aqua berhasil merekam lima titik panas (hotspot) di wilayah Nusa Tenggara Timur yang menjadi pemicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan seiring dengan datangnya musim kemarau tahun ini.

"Kelima titik panas itu berada di Pureman (Kabupaten Alor), Mollo Selatan (Timor Tengah Selatan), Nggaha Ori Angu (Sumba Timur), Umbu Ratu Nggai (Sumba Tengah) serta Lebatukan (Lembata)," kata Kepala Stasiun Meterologi El Tari Kupang Bambang Setiadi kepada Antara di Kupang, Rabu.

Menuru dia, jumlah titik panas (hotspot) tersebut berkurang jika dibandingkan dengan kondisi tiga hari lalu yang mencapai 15 titik panas, yang menyebar di Pulau Sumba, Pulau Timor serta Pulau Flores bagian barat.

Bambang mengatakan dari 15 titik panas tersebut, sembilan di antaranya yang berhasil terdeteksi Satelit Terra dan Aqua yang menyebar pada lima titik panas di Pulau Timor dan Sumba, serta sisanya menyebar di Maumere (Pulau Flores bagian tengah) serta Manggarai Timur di Pulau Flores bagian barat.

Titik panas di Pulau Flores bagian barat berhasil terdeteksi Satelit Terra di Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur dengan tingkat kepercayaan mencapai 100 persen.

Sedangkan titik panas di Pulau Timor yang berhasil dideteksi Satelit Aqua antara lain menyebar di Amfoang Timur, Kabupaten Kupang dengan tingkat kepercayaan 100 persen.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan jumlah hotspot secara nasional berkurang hingga 70-90 persen, namun kewaspadaan perlu terus ditingkatkan seiring dengan datangnya musim kemarau tahun ini.

Jumlah hotspot pada 2016 jika dibandingkan dengan keadaan 2017 (periode 1 Januari-28 Agustus 2017) dari pantauan satelit NOAA18/19 mengalami penurunan sekitar 74,64 persen atau dari 8.247 titik panas pada 2016 menjadi 2.356 titik panas pada 2017.