Warga Bipolo Swadaya Bangun Sembilan Ruang Kelas

id Sekolah

Warga Bipolo Swadaya Bangun Sembilan Ruang Kelas

SMAN 2 Sulamu di Desa Bipolo, Kabupaten Kupang, NTT

"Semua biaya pembangunan terkumpul secara patungan dari masyarakat mencapai Rp250 juta, kemudian kami bangun secara gotong royong selama 50 hari," kata Melkius Lasena.
Kupang (Antara NTT) - Warga Desa Bipolo di Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur secara swadaya membangun sembilan ruangan kelas SMA Negeri 2 Sulamu untuk mendukung aktivitas belajar mengajar di sekolah tersebut.

"Semua biaya pembangunan terkumpul secara patungan dari masyarakat mencapai Rp250 juta, kemudian kami bangun secara gotong royong selama 50 hari," kata pendiri Sekolah SMA Negeri Sulamu Melkius Lasena saat dihubungi Antara dari Kupang, Sabtu.

Ia menjelaskan, aktivitas belajar mengajar di SMA Negeri 2 Sulamu dalam dua tahun pertama sejak beroperasi pada 2015 masih memanfaatkan ruangan kelas SMP Negeri 5 setempat.

"Ada lima rombongan belajar untuk kelas 1 dan 2 yang dititipkan di SMPN 5 itu tapi itu juga kondisinya masih darurat," katanya.

Namun kondisi itu berdampak pada banyak jam belajar siswa tersita atau dikorbankan akibat keterbatasan sarana ruangan kelas."Ini membuat masyarakat prihatin dan berupaya agar kondisi itu tidak boleh terjadi," katanya.

Selanjutnya, kata Melkius, masyarakat Desa Bipolo didukung warga dari desa-desa sekitarnya sepakat bersama untuk membangun sembilan ruangan kelas baru di atas lahan yang telah dihibakan warga setempat.

"Masyarakat secara bahu-membahu mengerjakannya selama 50 hari terhitung dari 12 Mei sampai sekitar 10 Juli 2017 dan sekarang penerimaan siswa baru sekitar tiga rombongan belajar juga sudah berjalan," katanya.

"Selain itu mendapat dukungan material dari pihak ketiga, sementara untuk peralatan pembangunan diusahakan dari warga sendiri," katanya.

Hasilnya, kata dia, sembilan ruangan sekolah telah berdiri dalam kondisi semipermanen berupa atap seng, lantai dari urukan tanah, dengan dinding setengah tembok dari batako yang disambung bebak (pelepah palem hutan), dilengkapi pula fasilitas lain seperti kursi-meja, dan papan tulis.

Ia mengatakan, saat ini aktivitas sekolah sudah berjalan dengan jumlah peserta didik sebanyak 182 orang dan jumlah pengajar 21 orang dengan kapasitas yang berstatus PNS hanya satu orang yakni kepala sekolah.

Menurutnya, keberadaan sekolah sangat strategis membantu masyarakat setempat karena dapat langsung menampung para pelajar yang menamatkan pendidikan dari SMP setempat yang lebih dulu beroperasi sejak 2014.

"Karena kalau anak-anak sekolah yang tamat SMP di sini kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 1 di Kecamatan Sulamu itu jaraknya sekitar 20-an km, kalau ke Oelamasi itu sekitar 15 km, transportasi juga jarang sehingga menyulitkan mereka melanjutkan pendidikan," katanya.

Lebih lanjut, Melkius mengatakan pembangunan sekolah itu belum memungkinkan jika hanya menunggu bantuan dari pemerintah mengingat adanya kebijakan baru terkait pengalihan wewenang SMA/SMK dari kabupaten ke provinsi.

"Kalau menunggu bantuan pemerintah sepertinya masih tidak menentu karena dihadapkan dengan urusan pengalihan sehingga warga secara swadaya lebih duluh membangunnya," katanya.

Ia berharap, seiring perjalanan sekolah itu ke depannya dapat diperkuat dengan bantuan-bantuan dari pemerintah setempat, baik untuk bangunan secara permanen maupun fasilitas pendukung lainnya.