BMKG: Jangan Mengarang Data Iklim

id BMKGG

BMKG: Jangan Mengarang Data Iklim

Peserta pelatihanan pemantau Iklim berpose bersama dengan sejumlah pejabat BMKG di Kupang. (Foto ANTARA/Bernadus Tokan)

"Berdosa kalau berbohong karena data yang dikirim tidak benar, maka analisa prakiraan juga salah dan akan berdampak pada anak cucu kita di masa yang akan datang," kata Hasanudin.
Kupang (Antara NTT) - Koordinator BMKG Nusa Tenggara Timur Hasanudin mengingatkan para petugas pengamat iklim di daerah ini untuk tidak mengarang data iklim kemudian menyebarkannya kepada masyarakat.

"Berdosa kalau berbohong karena data yang dikirim tidak benar, maka analisa prakiraan juga salah dan akan berdampak pada anak cucu kita di masa yang akan datang," kata Hasanudin di Kupang, Selasa (19/9).

Dia mengemukakan hal itu pada acara Penyuluhan Pos Hujan Kerja Sama Provinsi NTT. Kegiatan ini didukung oleh SPARCH, Balai Wilayah Sungai 2 NTT, Dinas Pertanian dan Perkebunan serta Badan Ketahanan Pangan.

Kegiatan yang diikuti sekitar 30 utusan dari daerah ini dalam kerangka peningkatan pemahaman iklim dan informasi untuk mendukung peringatan dini bencana di NTT.

Menurut Hasanudin, jika data yang dikirim petugas pengamat iklim dari daerah tidak benar, maka hasil analisa prakiraan cuaca yang dikeluarkan BMKG juga salah.

"Kalau datanya berbohong kemudian analisa prakiraan juga salah dan terjadi gagal panen atau gagal tanam siapa yang bertanggung jawab," katanya dalam nada tanya.

Berdasarkan UU No.31/2009 tentang BMKG, pemalsuan data dapat dikenakan hukuman minimal dan denda Rp500 juta..

"Jadi kalau rekan-rekan di daerah melakukannya dengan baik, maka akan bermanfaat bagi anak cucu kita semua, tetapi kalau datanya dikarang-karang maka prakiraan iklim juga akan meleset dan akan berdampak pada gagal panen gagal tanam," katanya.

Dia menambahkan, salah satu tugas dari pengamat iklim di daerah adalah mengetahui karakteristik hujan lokal di daerah tersebut.

Karena itu, setiap petugas harus melakukan pengamatan sesuai dengan metode yang sudah ditetapkan, sehingga data yang dilaporkan data lebih akurat.

"Jadi metode pengamatan juga tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Ada kesamaan waktu, jadi tidak bisa ada yang melakukan pengamat pada jam 8 pagi dan ada yang jam 12. Tidak bisa," katanya.

Artinya, ada hujan atau tidak hujan jam pengamatan harus sama. Pencatatan data juga diatur. Semuanya diatur menggunakan waktu standar internasional, katanya menjelaskan.

Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Kupang, Apolinaris Geru mengatakan, kegiatan ini diharapkan dapat lebih mampu meningkatkan pemahaman dan cara kerja dalam mengamati iklim, dalam hal ini mengamati hujan.

Dia mengatakan, BMKG sudah memiliki pengalaman bekerja dengan petugas pematau iklim selama beberapa tahun terakhir, dimana banyak data yang dikirim dari daerah tidak benar.

"Pengalaman sudah kami peroleh. Data yang dikirim itu benar-benar hasil pengamatan atau mengarang, kami sudah tahu," katanya.

Lebih celaka lagi, data pengamatan selalu dikirim tetapi ternyata petugasnya sedang mengikuti pendidikan di Pulau Jawa.

"Jadi coba bayangkan, kami menggunakan data mengarang selama dua tahun untuk analisa iklim di Pulau Sumba," katanya.

Dia mengatakan, output dari hasil pengamatan adalah dilakukan analisa iklim prakiraan cuaca. Apabila data yang dikirim adalah data mengarang maka dianalisa dengan metode yang canggihpun hasilnya pasti seputar mengarang juga.