Undana-CDU: Mangan Miliki Nilai Sosial

id Mangan

Undana-CDU: Mangan Miliki Nilai Sosial

Rohan Fisher, Direktur Proyek Penelitian Pengolahan Tambang Mangan dari Universitas Charles Darwin Australia. (Foto ANTARA)

Tim peneliti tambang mangan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang dan Universitas Charles Darwin (CDU) Australia Utara menilai tambang rakyat tersebut mempunyai dampak sosial bagi ekonomi masyarakat setempat.
Kupang (Antara NTT) - Tim peneliti tambang mangan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur dan Universitas Charles Darwin (CDU) Australia Utara menilai tambang rakyat tersebut di daratan Pulau Timor mempunyai dampak sosial bagi ekonomi masyarakat setempat.

"Kami bicara soal tambang rakyat yang dikelola secara tradisional oleh masyarakat di hampir seluruh daratan Pulau Timor ini. Jika dikerjakan dengan baik tanpa ada campur tangan penambang besar, justru akan sangat menguntungkan masyarakat petani," kata Direktur Proyek Penelitian Pengolahan Tambang Mangan dari Universitas Charles Darwin Australia Rohan Fisher di Kupang, Rabu.

Hal ini disampaikannya disela-sela pemaparan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh pihak CDU serta Undana sejak 2014 lalu bagaimana cara mengolah tambang mangan agar kelak bisa menguntungkan bagi masyarakat kecil, namun juga merusak lingkungan sekitar yang berujung pada erosi dan sebagainya.

Ia mengaku dalam penelitian yang telah dilakukan selama empat tahun tersebut pertambangan rakyat tidak hanya di daratan Timor tetapi juga di daratan Pulau Flores.

"Jika dikelola secara baik tambang rakyat, tentu itu akan sangat memberikan dapak positif bagi masyarakat. Sebab kami tahu bahwa hampir semua lahan di daratan Pulau Timor ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai tambang mangan itu namun tak merusak lingkungan sekitar," tuturnya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Pulau Timor ini, pihaknya melihat bahwa pertambangan mangan khususnya untuk di Timor Barat merupakan pertambangan dengan skala kecil dan tersebar yang banyak dilakukan oleh masyarakat khususnya para petani saat memasuki musim gagal panen.

Oleh karena itu pihaknya menganjurkan agar dalam melakukan penambangan galian yang dilakukan tidak boleh dalam dari 10 meter.

Hal yang sama juga disampaikan oleh rekan dari Rohan Fisher, Sarah Hobgen menurutnya untuk melihat dampak terhadap lingkungan dan dampak sosial bagi masyarakat tergantung pada skala dan mekanisme saat dilakukan penambangan tersebut.

"Justru yang kami dorong adalah pola pertambangan dengan skala kecil dengan dikerjakan oleh masyarakat di lahannya sendiri sehingga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat itu sendiri," tuturnya.

Disamping itu hal yang perlu diperhatikan juga adalah lokasi dilakukannya penambangan. Menurutnya kalau penambangan dilakukan di lahan yang miring dan dilakukan secara baik maka tidak terlalu berdampak bagi kerusakan lingkungan sekitar.

Namun jika, dilakukan dipingiran sungai justru akan menyebabkan masalah dikemudian hari. oleh karena itu dari hasil penelitian tersebut pihaknya justru berharap agar pemerintah Indonesia hendaknya bisa memberikan penyuluhan lebih kepada penambangan rakyat sehingga tidak berpengaruh pada rusaknya lingkungan tetapi justru meningkatkan ekonomi masyarakat.

"Setidaknya ada pembina atau penyuluh pertambangan. Kalau di pertanian ada namanya penyuluh pertanian, mungkin boleh juga kalau digunakan penyuluh pertambangan," tuturnya.

Rektor Universitas Nusa Cendana Prof. Ir. Fredrik L Benu menyatakan mendukung penuh proyek yang telah berjalan selama empat tahun tersebut yang bekerja sama dengan Undana Kupang.

"Inikan demi kepentingan masyarakat di NTT. Kehadiran mereka, dan kehadiran Undana adalah untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat kami. Hasil penelitian yang telah ditemukan ini tentu akan menjadi bahan acuan bagi para penambang rakyat di daratan Pulau Timor ini, agar lebih mengutamakan keselamatan dalam menambang serta melihat dampak kedepannya," tuturnya.

Sulit mendapat izin
Sementara itu, Ketua Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Gatot Sugiharto mengatakan hingga saat ini sebagian besar masyarakat penambang rakyat di Indonesia sulit mendapatkan izin untuk menambang dari pemerintah setempat.

"Sejauh ini yang terjadi bukan mendapatkan izin, tetapi justru malah diberhentikan aktivitas penambangan rakyat itu, dan justru ditangkap bagi mereka yang menambang," katanya secara terpisah kepada Antara di Kupang, Rabu,

Ia mengatakan jika berpatokan pada Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) No.4. Tahun 2009 pasal 24 seharusnya itu tidak boleh dilakukan oleh pihak-pihak yang menangkap dan menutup berbagai penambangan rakyat tersebut.

Sebab, dalam Undang-undang tersebut sudah tertulis jelas bahwa wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai wilayah penambangan rakyat diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai wilayah penambangan rakyat.

Masalah ini menurutnya bisa saja diakibatkan oleh belum adanya laporan atau pengurusan surat izin kepada pemerintah setempat oleh para penambang rakyat yang nota bene adalah dengan alat gali yang tradisional.

"Oleh karena itu kehadiran APRI sendiri adalah dalam rangka mendampingi dan menyampaikan aspirasi dari para penambang kepada pemerintah sekaligus mendampingi para penambang rakyat untuk menambang dengan cara yang lebih ramah lingkungkan," tambahnya.

Ia mengusulkan kepada para penambang rakyat agar jika ingin melakukan penambang rakyat, maka harus membentuk sebuah kelompok dan koperasi.

Pembentukan kelompok dan Koperasi itu lanjutnya mengacu pada Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan, yang mensyaratkan masyarakat penambang harus membentuk kelompok/koperasi.

Sebab, lanjutnya, dengan adanya Kelompok dan Koperasi penambang menjadi wadah dalam pengajuan izin penambangan, penagawasa dan juga tanggungjawab lingkungan pada saat menambang dan pascamennambang.

"Sejauh ini yang sudah dilakukan APRI sendiri adalah terlebih dahulu menyamakan persepsi antara penambang dan Asosiasi tersebut agar kedepannya proses penambangan bukannya mengarah pada hal-hal negatif tetapi lebih pada positif," demikian Gatot Sugiharto.