Koalisi NasDem-Golkar Bagian dari Barter Politik

id Atang

Koalisi NasDem-Golkar Bagian dari Barter Politik

Ahmad Atang

koalisi yang dibangun Partai NasDem-Golkar untuk mengusung pasangan Jacki Uly-Melkianus Laka Lena pada ajang Pilgub NTT 2018, merupakan bagian dari barter politik.
Kupang (Antara NTT) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang MSi menilai koalisi yang dibangun Partai NasDem-Golkar untuk mengusung pasangan Jacki Uly-Melkianus Laka Lena pada ajang Pilgub NTT 2018, merupakan bagian dari barter politik.

"Bagi saya, Golkar rela mengambil posisi sebagai bakal calon wakil gubernur tersebut, tidak semata-mata karena pertimbangan elektabilitas Melkianus Laka Lena yang lebih unggul, tetapi merupakan bagian dari barter politik," katanya kepada Antara di Kupang, Jumat.

Mantan Pembantu Rektor I Universitas Muhammadiyah Kupang mengemukakan padangannya tersebut berkaitan dengan perkembangan politik di tubuh Partai Golkar menjelang Pilgub NTT, dimana partai berlambang pohon beringin dengan kekuatan 11 kursi di DPRD NTT hanya mau mengambil posisi sebagai calon wakil gubernur.

Kondisi politik yang diciptakan Partai Golkar ini kemudian memicu berbagai pendapat yang menginginkan agar Golkar mengambil posisi sebagai bakal calon gubernur NTT, karena pelaksana tugas (Plt) Ketua DPD Partai Golkar NTT Melkianus Laka Lena memiliki elektabilitas politik yang mumpuni.

Namun, menurut Ahmad Atang, jika dilihat dari kepentingan nasional, Golkar dan NasDem adalah pendukung pemerintahan sehingga tidak ada masalah jika Golkar dengan modal 11 kursi di DPRD NTT mau menerima posisi sebagai wakil.

"Memang sedang ada hitung-hitungan politik antara Golkar dan NasDem terkait popularitas dan elektabilitas antara Jacki Uly dan Melkianus Laka Lena," kata pengajar ilmu politik pada Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang itu.

Dia menambahkan secara riil politik figur Melkianus Laka Leka yang disiapkan partai berlambang pohon beringin itu, memang lebih unggul dari sisi elektabilitas dibanding mantan Kapolda NTT Jacki Uly.

"Namun, dalam politik yang menentukan adalah ruang kompromi antara mereka yang berkepentingan. Ini lah titik masalahnya," katanya menambahkan.

Menurut dia, boleh jadi ada barter kepentingan antara Golkar dan NasDem, karena pilkada serentak 2018 bukan hanya terjadi di Nusa Tenggara Timur, tetapi juga di belahan Indonesia lainnya.

"Atas dasar situasi politik tersebut, kemungkinan konfigurasi politik yang dibangun selalu didasarkan pada kalkulasi untung-rugi antardaerah," katanya.

Menurut dia, Golkar mengambil posisi wakil gubernur dalam konfigurasi politik dengan Partai NasDem itu, tidak semata-mata karena pertimbangan elektabilitas figur, melainkan karena ada barter politik di antara partai pendukung pemerintah itu.

Dalam kacamata Ahmad Atang, pasangan Jacki Uly (Ketua DPD Partai NasDem NTT)-Melkianus Laka Lena ini merupakan paket yang kurang populis sehingga dibutuhkan marketing politik yang agresif untuk bisa memenangkan paket tersebut.

"Kita berharap NasDem-Golkar memiliki modal politik yang komplit untuk melanggengkan pasangan tersebut sampai ke pelaminan politik pada ajang Pilgub NTT 2018," katanya.

PKB Cerdik
Ketika ditanya lebih lanjut tentang figur Marianus Sae (Bupati Ngada saat ini) yang dijagokan PKB sebagai bakal calon gubernur NTT, Ahmad Atang melihat hal ini sebagai bagian dari sebuah kecerdikan tersendiri dari partai tersebut dalam mengusung figur.

"Menurut saya, ini sebuah kecerdikan politik dari PKB yang menawarkan figur alternatif untuk menjembatani dikotomi figur tua-muda yang bertebaran dalam menghadapi ajang Pilgub NTT 2018," katanya. 

PKB sampai akhirnya "jatuh cinta" kepada figur Marianus Sae, karena salah satu bupati di Pulau Flores itu dinilai sukses membangun daerahnya di Kabupaten Ngada. Atas dasar itu, PKB Nusa Tenggara Timur terus mendorongnya untuk maju menjadi kandidat Gubernur NTT periode 2018-2023. 

Ia mengatakan jika dilihat dari momentum kemunculannya, belum dianggap terlambat karena partai politik belum benar-benar melakukan koalisi permanen sehingga masih ada waktu yang cukup bagi Marianus dan PKB untuk membangun lobi-lobi politik, termasuk mancari figur yang menjadi wakilnya. 

Menurut Ahmad Atang, keseriusan Marianus untuk maju sebagai calon gubernur akan menambah daftar figur dari Pulau Flores yang telah ada sehingga persaingannya akan semakin ketat dan beragam. 

Kondisi ini membuka ruang untuk dilakukan kalkulasi soal peluang. "Bagi saya, yang harus dilakukan oleh Marianus adalah memastikan elektabilitas sebagai prasyarat untuk mendapatkan kendaraan politik," katanya.

"Jika elektabilitas tinggi tentuk partai akan datang dengan sendirinya untuk meminangnya, sebab partai hari ini justru memilih figur karena popularitas dan elektabilitas tinggi," katanya. 

Sebagai figur yang baru dimunculkan, posisi Marianus belum teruji berdasarkan hasil survei. Kerja-kerja politik ke depan memamg harus serius dilakukan untuk mendapatkan dukungan dari partai politik sebagai langkah awal dan selanjutnya memastikan figur wakil, ujarnya. 

"Kami sedang melirik Bupati Ngada karena bagi PKB, dari semua bupati dan mantan bupati yang menyatakan diri maju dalam pentas Pilgub NTT 2018, Marianus memiliki keunggulan lebih dalam membangun daerahnya. Ini lah dasar alasannya," kata Ketua DPW PKB NTT Yucundianus Lepa .