Kupang (ANTARA) - Bencana datang silih berganti menghampiri negeri ini, susul menyusul. Dampak bencana sebelumnya belum tuntas ditangani, sudah datang bencana baru. Situasi dan kondisi lebih mengharu biru, karena bencana itu terjadi di tengah era pandemi Corona.

Penerapan pola hidup normal baru (new normal life) gegara Corona jadi terganggu. Bagi orang beriman, setiap bencana pasti ada solusinya karena sesuai firman Tuhan di balik kesulitan tentu ada kemudahan. Kesulitan memantik manusia untuk lebih kreatif untuk mengatasinya.

Pada awalnya adalah peristiwa/kejadian alam seperti gempa, tsunami, gunung meletus, taifun, gelombang pasang, curah hujan lebat dan lain sebagainya. Sebutan bencana alam (natural disaster) ada yang menilai kurang tepat. Alasanya, sesuatu biasa disebut bencana karena ada korban yang menyangkut kepentingan manusia, baik kehilangan nyawa, harta benda dan berbagai penderitaan lainnya.

Kalau tidak korban atau kerugian, semua itu namanya ya kejadian alam saja. Bencana lebih sering terjadi karena kesalahan buatan manusia sendiri (man-made disaster) dalam mengatisipasi dan mengatasi peristiwa alam itu dan dampaknya.

Tapi sudahlah. Setiap bencana melahirkan penderitaan dan sekaligus kesempatan untuk memajukan peradaban manusia, jika manusia mau belajar dari pengalaman  kejadian-kejadian yang tergelar di semesta raya ini. Semua kejadian itu terangkai dalam satu mata rantai sebab akibat, sunatullah atau hukum alam.

Kalau kesalahan manusia itu terus berulang tanpa pernah dikoreksi, apalagi ditambah korupsi, bencana itu semakin menjadi lebih berbahaya dan merugikan (more disastrous). 

Saya melihat semua kejadian, termasuk bencana adalah peristiwa ekonomi. Oleh karena itu, saya lewat DD memperkenalkan istilah disastronomics dalam rangka menerapkan philanthropreneurship  sebagai derivasi dari prophetic socio-technopreneurship (PSPT) dengan praktek langsung yang dikelola oleh Disaster Management Center (DMC), dengan aksi nyata sebelum (pra), ketika (during) dan pasca (after/post) kejadian. DMC pada disastronomics seyogianya meliputi mitigasi dampak bencana.

Energi Cinta

Cinta (love) adalah energi yang diserap akar jurnalisme profetik (Prophetic Journalism) untuk menumbuhkan pohon Devotion and Dignity yang dipandu prophetic leadership dengan cabang philanthropreneuership dan ranting disastronomics.

Cinta sebagai pedoman dasar philantropreneuership yang diwujudkan melalui disastronomics sebagai pedoman dalam melaksanakan amal usaha yang berbasis welas asih mengutamakan kepentingan bersama demi kebahagiaan sesama.

Artinya, usaha ekonomi yang mengamalkan disastronomics terutama tidak mengejar keuntungan finansial semata (tentu tidak boleh rugi), namun keadilan sosial. Dengan menggunakan prinsip iman, ilmu dan amal, sehingga rezekinya bersifat halal, legal, dan masuk akal.

Cinta di dalam kandungan Ibu Pertiwi (Bumi) yang diserap oleh prophetic journalism bersenyawa dengan kasih yang tergelar di muka bumi dan di bawah kolong langit (angkasa). Kasih ini diserap zat hijau daun.

Senyawa Cinta dan Kasih menumbuh-kembang-suburkan pohon, derma dermawan menghasilkan  daun, batang kayu, bunga dan buah yang bermanfaat sesuai keperluan tempat dan saat yang tepat (empan, papan, dan zaman) sepanjang masa. 


Aktivitas Disastronomics

Disastronomics atau ilmu ekonomi (ekonomika) kebencanaan meliputi seluruh aktivitas mulai dari tindakan preventif (pencegahan) bencana, tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi.Mitigasi atau pengurangan risiko bencana baik sebelum, ketika dan paska bencana menjadi bagian penting yang sering dilupakan.

Bencana mencakup tidak hanya akibat/dampak kejadian/peristiwa alam tetapi juga bahkan lebih banyak karena kesalahan manusia mulai dari konsep, kebijakan dan pelaksanaannya,  kesalahan diagnosa, teknologi, mismanagement, dan korupsi. 

Komponen biaya disastronomics meliputi biaya personil dan operasional (transportasi, akomodasi dan konsumsi), material, pengadaan dari sumbernya sampai lokasi bencana, keuntungan dan biaya tak terduga lainnya.

DPR  sebagai pembuat Undang-undang dan pemerintah sebagai regulator bisa membuat aturan untuk kendalikan biaya-biaya tersebut. Pengusaha dalam disastronomics perlu berjiwa philanthropreneurship.

Disastronomics mencakup kegiatan peduli kepada pelestarian budaya yang mengandung kearifan lokal untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana. Kearifan lokal, yang terdapat dalam cerita, lagu, dan tarian rakyat setempat (folklore, folk song, and folk dance).

Tentu ini mengutamakan keberlanjutan eksistensi dan peningkatan kualitas hidup para budayawan, seniman, dan tetua adat serta generasi penerus pegiat budaya mereka sebagai pemangku kepentingan utama bagi pelestarian budaya. Bencana melahirkan peradaban baru yang datang bersama bantuan dan para relawan/dermawan dari luar. Ini tak bisa dihindari, tapi perlu disinergikan.

Disastronomics wajib peduli kearifan lokal yang menjadi ruh dan mewujud dalam budaya Nusantara.  Satu di antara  manifestasi kearifan lokal adalah sifat gotong royong, yang merupakan inti sari atau sari pati Pancasila yang digali Bung Karno dari Ibu Bumi Pertiwi, Indonesia.
 

Pewarta : Parni Hadi (Inisiator Dompet Dhuafa)
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024