Tanjungpinang (ANTARA) - Selama 2 bulan terakhir ini, sejumlah warga Tanjungpinang, Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau, menjadi korban pemerasan setelah mendapatkan serangan siber dari pelaku yang meretas ponsel pintarnya.

Setidaknya ada tiga perempuan yang menjadi korban serangan siber yang berujung pemerasan itu. Modus kejahatan yang dilakukan pelaku hampir sama, yakni mengaku berasal dari perusahaan pinjaman online (pinjol), kemudian membuat seolah-olah korban meminjam sejumlah uang kepada perusahaan itu.

Pelaku sudah berhasil memperoleh data dari ponsel cerdas yang digunakan korban, salah satunya nama dan nomor kontak yang tersimpan di dalam gawai itu.

Ah merupakan salah seorang korban yang selama 2 bulan terakhir mendapat teror dan ancaman verbal dari pelaku yang mengaku dari perusahaan pinjol. Pejabat di kampus ternama di Tanjungpinang itu, oleh pelaku dituding telah meminjam uang ke perusahaan pinjol.

Anehnya, nama perusahaan pinjol yang disampaikan pelaku berbeda-beda. Hampir setiap jam dalam setiap hari Ah mendapatkan teror dari pelaku bersuara pria dan wanita.

Nomor ponsel yang digunakan pun berbeda-beda. Berhari-hari Ah mendapatkan teror tersebut sehingga mengganggu pekerjaan, pikiran, dan mentalnya. Ah akhirnya menyerah.

Ia mengirim uang ke akun rekening bank yang disiapkan oleh pelaku. Pelaku licik itu pun berhasil membuat akun virtual bank swasta atas nama Ah.

Ah sempat bingung karena tidak pernah berhubungan dengan bank tersebut, namun pelaku dapat membuat akun virtual atas nama dirinya.

Awalnya, Ah transfer uang sebesar Rp2 juta. Namun permasalahan tidak sampai di situ. Keesokan harinya, ancaman dan teror kembali terjadi. Pelaku kembali meminta uang sebesar Rp700.000 untuk ditransfer di salah satu bank BUMN. Namun pihak bank menolak dan mengembalikan uang Rp700.000 yang ditransfer berulang kali melalui akun virtual.

Lelah menghadapi teror itu, Ah lalu menyampaikan permasalahan itu kepada sejumlah pihak. Saat yang bersamaan pula teror tidak hanya mengusik dirinya, melainkan sampai ke keluarga, teman, dan rekan kerja.

Pelaku berhasil mendapatkan data pada perangkat ponsel Ah, entah bagaimana caranya. Saat itu ia menyadari bahwa ponselnya sudah diretas. Pelaku juga meneror suaminya, ibu, dan adik-adiknya. Tidak hanya itu, pelaku juga meneror rekan kerja korban dan mengancam menagih uang di kampus.

Ah mencoba bersabar sambil mengumpulkan barang bukti setelah pelaku membuat grup dengan nama "Donasi untuk Ah". Namun grup itu ada Ah dan pelaku.

Sejumlah orang yang pernah menjadi korban pemerasan dengan modus sama menyarankan Ah bersabar dan tidak melayani teror tersebut. Ah pun mulai memblokir seluruh nomor pelaku. Teror terhadap dirinya dan orang-orang yang nomor kontaknya masih berada di perangkat ponsel Ah masih terjadi sampai sore.

Korban lainnya, Er, seorang ASN di Tanjungpinang. Er tidak hanya diteror tapi mengalami kerugian materi cukup besar. Pelaku berhasil meretas mobile banking pada ponselnya, kemudian menguras seluruh uang dalam tabungannya.

Er sudah melaporkan peristiwa itu kepada kepolisian, namun sampai sekarang aparat penegak hukum belum berhasil mengungkap dan menangkap pelaku.

De menjadi korban berikutnya. Nomor pelaku kejahatan yang meneror De sama seperti ketika pelaku mengancam Ah.

Pelaku menyebut De sebagai penipu yang tidak membayar utang kepada perusahaan pinjol. Yang menjengkelkan, pelaku mengirim pesan WhatsApp ke seluruh nomor kontak pada ponsel Ah.

Selama ini, Ah, Er, dan De kerap berbelanja secara daring pada aplikasi ternama. Identitas dan foto pribadi mereka juga diunduh dalam aplikasi tersebut.

Foto-foto mereka dikirim ke aplikasi e-commerce juga berhasil diretas oleh pelaku dan disebar kepada berbagai pihak.


Perlindungan Data
Penipuan di jagat digital merupakan ekses sekaligus sisi gelap dari kemajuan teknologi informasi itu sendiri. Para penjahat dunia maya meretas data pribadi lalu memanipulasinya untuk mendapatkan keuntungan.

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di era 4.0 tidak hanya memberi akses kemudahan bagi masyarakat, namun juga diikuti sejumlah ancaman baru. Seiring dengan manfaatnya, teknologi siber juga memberi dampak negatif dan kesempatan bagi orang manusia-manusia culas melakukan kejahatan siber (cyber crime)

Pengamat keamanan siber dari Universitas Maritim Raja Ali Haji, Ayu Efritadewi, minta masyarakat mewaspadai aksi penipuan dan pemerasan melalui modus pinjol. Ia pernah menjadi korban teror dari pelaku pemerasan, meski target sasarannya adalah rekan kerjanya.

Belakangan ini, banyak orang menjadi korban kejahatan siber seperti penipuan dan pemerasan  dengan mengatasnamakan perusahaan pinjol. Ini merupakan kejahatan konvensional yang berkembang di dunia maya.

Peneliti kasus kejahatan siber itu menambahkan korban kejahatan siber di Tanjungpinang cukup banyak. Baru-baru ini juga ada mahasiswa dan dosen menjadi korban.

Teror yang dilakukan pelaku kadang menjadikan posisi korban terpojok lalu menyerah sehingga terpaksa mentransfer sejumlah uang yang diminta ke akun rekening bank tertentu. "Korban dipermalukan sehingga kehidupan pribadi dan sosialnya terganggu," katanya.

Pelaku diduga tidak berada di Tanjungpinang atau Kepulauan Riau tapi di wilayah lain. Pelaku juga tidak sendirian tapi komplotan, yang memiliki kemampuan meretas ponsel dan mengambil data di dalam gawai tersebut.

Baca juga: Artike - Menyiapkan generasi masa depan dengan literasi digital

Para korban selama ini jarang mau melapor ke pihak berwenang karena  beberapa kasus yang dilaporkan hilang dengan sendirinya ketika korban tidak lagi merespons teror tersebut. Kendati demikian, ia tetap menyarankan korban melaporkan kasus itu kepada kepolisian.

Untuk mengungkap kejahatan siber, aparat butuh sarana dan prasarana agar bisa menjerat para cracker (peretas hitam). Jika tidak memiliki, polisi di daerah akan kesulitan mengungkap kasus itu dan menangkap pelakunya.

Oleh karena itu, warga pengguna internet tidak mudah membuka tautan yang dikirim oleh seseorang melalui pesan di ponsel. Cracker biasanya menanam virus pada tautan tersebut sehingga bila tautan itu dibuka dia dapat mengakses atau bahkan mengendalikan ponsel korban


Baca juga: Artikel - Membangun sinergi antara artis dan penggemar di era digital.

Pemerintah sejauh ini sudah berupaya keras melindungi data pribadi warga di dunia maya. Namun,  warga juga harus berhati-hati,  jangan sampai menyebarkan data pribadi kepada pihak yang tidak tepat.

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sudah disahkan DPR pada 21 September 2022. Poin penting dalam undang-undang tersebut:

Pasal 65
(1) Setiap orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi.
(2) Setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya.
(3) Setiap orang dilarang secara melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya.

Pasal 66
Setiap orang dilarang membuat Data Pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

Pasal 67
(1) Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.
(2) Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar.
(3) Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.

Pasal 68
Setiap orang yang dengan sengaja membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6 miliar.

Kiat
Kepolisian Daerah Kepulauan Riau menaruh perhatian besar terhadap kejahatan siber. Polda memiliki tim khusus untuk menangani kasus kriminal siber.

Kepala Bidang Humas Polda Kepri Kombes Pol. Harry Goldenhardt menyebutkan kasus kejahatan siber yang ditangani penyidik kepolisian beragam.

Sejumlah kiat diberikan untuk mengantisipasi, agar warga pengguna internet tidak menjadi korban kejahatan siber.

Pertama, warga pengguna gawai maupun internet melakukan penggantian password akun surat kawat, m-banking, maupun medsos secara berkala.

Kedua, jangan sembarangan membuka link atau tautan yang masuk ke ponsel ataupun ke akun-akun medsos karena bisa jadi tautan tersebut mengandung virus phising. Pelaku yang memasang jebakan itu akan mampu mengakses bahkan menguasai akun surat kawat, m-banking, dan medsos korban.

Terakhir, warga yang membutuhkan akses internet sebaiknya tidak menggunakan jaringan Wi-fi sembarangan atau yang tidak diyakini aman.

Korban kejahatan siber diminta tetap melaporkan kejahatan tersebut. 
Menjadi kewajiban kepolisian menindaklanjuti setiap laporan dari korban kejahatan.



 



 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Melindungi data pribadi dari serangan siber

Pewarta : Nikolas Panama
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024