Artikel - Kisah Naibahas selama enam hari terapung di atas laut

id NAHAM

Artikel - Kisah Naibahas selama enam hari terapung di atas laut

Naham Naibahas, salah satu awak KM Multi Prima 01 yang selamat, saat kapal mereka tenggelam di Selat Bali pada 24 November 2018. Ia terapung selama enam hari lamanya, kemudian diselamatkan sebuah kapal barang yang sedang berlayar menuju Australia. (ANTARA Foto/Asis Lewokeda)

"Saya percaya bahwa mujizat Tuhan itu memang nyata dan itu saya alami sendiri. Namun, kesedihan ini masih terus datang melanda, karena sampai saat ini, nasib sejumlah rekan saya belum diketahui," kata Naham Naibahas.
Kupang (ANTARA News NTT) - "Saat itu kapal kami tiba-tiba saja miring. Memang cuaca sore itu tidak bagus dan kami dihantam ombak yang besar sekali," turut Nahum Naibahas, saat mengawali percakapan dengan Antara di Kupang, Senin (10/12).

Nahum Naibahas yang akrab dipanggi Resky itu, adalah salah satu saksi hidup yang selamat dalam peristiwa tenggelamnya KM Multi Prima 01 di Perairan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 24 November 2018.

Pemuda berusia 20 tahun yang tinggal di RT.10/RW.05, Desa Baumata, Kabupaten Kupang, itu tak sanggup menyembunyikan ekspresi kesedihannya saat mengisahkan kembali peristiwa naas yang membuatnya terapung selama enam hari di atas laut.

"Kejadiannya (tenggelamnya KM Multi Prima 01, red) sekitar jam lima sore saat kami sudah berlayar dua hari satu malam dari Surabaya, Jawa Timur menuju Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur," katanya.

KM Multi Prima yang memuat 13 awak bersama satu kapten itu merupakan kapal pengangkut barang dengan rute pelayaran dari Surabaya, Jawa Timur menuju, Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur di Pulau Sumba.

Detik-detik menjelang peristiwa tenggelamnya kapal itu, Naham Naibahas besama seorang awak kapal sedang menjalani tugas jaga yang berlangsung dari pukul 16.00-20.00 Wita.

Kejadian bermula ketika kapal memasuki Selat Bali, yang terkenal ganas dengan ombak lautnya itu. "Kapal kami nyaris tak bisa dikendalikan, karena dihantam gelombang besar pada saat itu," kisahnya.

Saat dihantam gelombang besar, semua barang bawaan dalam kapal seperti sofa, sepeda motor, barang elektronik, pelengkapan rumah tangga, bahan bangunan, dan banyak lainnya ikut bergeser, sehingga membuat KM Multi Prima 01 langsung miring.

Dalam situasi seperti itu, Naibahas masih sempat memeriksa kondisi oli dan minyak yang tumpah akibat miringnya kapal tersebut.

Ketika sedang membersihkan tumpahan minyak itu, ia dipanggil seorang perwira yang mengajaknya menuju ke bagian atas kapal dengan membawa jurnal berisi catatan atau laporan tentang kondisi di kamar mesin.

Di dek atas kapal, ia melihat kondisi kapal sudah tidak bisa terselamatkan lagi. Naibahas langsung bergegas menuju kamar kapal yang ditempatinya selama pelayaran dari Surabaya.

Saat itu, ia melihat semua awak kapal sibuk mempersiapkan barang-barang dan perlengkapan keselamatan, sebagai tindakan untuk menyelamatkan diri.

Kapten kapal telah membunyikan alarm dan salah satu awak kapal menembakkan mercuas ke langit untuk meminta pertolongan. Situasinya bertambah gawat pada saat itu.

"Saya langsung masuk ke kamar kapal, kemudian tutup pintu dan berdoa. Habis berdoa, saya ambil Alkibat dan ikat diperut dengan selendang dan baju, kemudian tutup dengan pelampung," katanya.

Dalam posisi kapal yang sudah sangat miring itu, semua awak termasuk kapten kapal bergerak ke dek atas menuju anjungan kapal.

Mereka berencana melepas jangkar ke laut, namun kondisi panel wing yang masih padam mengharuskan Naibahas bergegas kembali ke kamar mesin untuk menghidupkannya.

Setelah menghidupkan panel wing, ia mencoba naik ke atas kapal, namun barang-barang sudah rubuh dan menutupi jalan. Sekuat tenaga ia berusaha untuk membongkar semua barang dan berhasil naik ke atas anjungan kapal.

Ketika semua awak berkumpul di anjungan, sang kapten kapal yang diketahui bernama Tarsisius Atulolong itu, kemudian mengarahkan semuanya untuk melompat ke laut.

Enam hari 
Naham Naibahas, salah satu awak KM Multi Prima 01 yang selamat, saat kapal mereka tenggelam di Selat Bali pada 24 November 2018. Ia terapung selama enam hari lamanya, kemudian diselamatkan sebuah kapal barang yang sedang berlayar menuju Australia. (ANTARA Foto/Asis Lewokeda)

"Kami bersama-sama mengampung di laut, namun semakin terbenam ke dalam laut. Namun, pusaran air yang meluap dari titik tenggelamnya kapal menghasilkan gelombang besar yang membuat kami semua terpental dan terpisah satu sama lain," ujarnya.

"Ada sekitar enam orang yang sempat berpegangan tangan, dan lebih dahulu menyelamatkan diri, karena (katanya) selang beberapa jam kemudian, ada kapal yang datang untuk menolong,” katanya.

Setelah semuanya terhempas, Nahum Naibahas mengaku tidak lagi melihat lagi sosok para awak dan kapten kapal karena kondisi hari pun semakin gelap.

Dengan mengenakan pelampung dan sebuah kasur berbahan spon yang cukup tebal, ia mencoba berenang menjauh dari titik tenggelamnya kapal menuju ke arah yang tidak diketahuinya.

"Saya hanya terapung. Sedikit berenang lalu berhenti kemudian lanjut berenang lagi. Beruntung kasur spon itu tidak tenggelam meskipun semakin berat karena terus terendam air laut,” katanya.

Ia menuturkan, selama berhari-hari terapung di atas laut, tidak ada satu pun yang bisa dimakan dan diminum hanya sekadar untuk mengganjal perut agar bisa lebih kuat berenang.

Selama tiga malam berturut-turut, Nahum Naibahas pun harus berjuang di tengah kondisi hujan lebat dan ombak besar. "Saat hujan saya coba buka mulut untuk menada air hujan tapi tak masuk juga. Mulut saya terasa sangat kaku," katanya.

Selain itu, dirinya juga terus berwaspada karena khawatir akan adanya serangan ikan-ikan atau hewan buas lainnya di laut.

Ia mengatakan, hanya keinginan kuat dan keyakinan teguh bahwa Tuhan telah memberikan kesempatan baginya untuk tetap hidup, membuat ia terus berenang meski dengan tenaga yang semakin melemah.

Setelah enam hari berjuang dan bertahan hidup di tengah terpaan gelombang dan badai di Selat Bali, Nahum Naibahas pun akhirnya mendapat pertolongan lewat sebuah kapal pengangkut barang yang diketahui hendak menuju Australia. 

"Saya teriak dengan sekuat tenaga. Tolong...tolong....tapi awalnya kapal itu sempat berlalu namun ada satu orang yang melihat saya dan tidak lama kapal berputar haluan dan menolong saya," katanya.

Ia kemudian mendapat perawatan dari awak kapal yang menolongnya, sebelum diover ke kapal pengangkut barang lainnya yang saat itu dalam perjalanan dari Papua menuju Surabaya.

"Ini sebuah misteri yang sulit saya lupakan. Sebuah pengalaman hidup yang sangat pahit, namun membawa hikmah yang panjang untuk direnungkan," katanya.

"Saya percaya bahwa mujizat Tuhan itu memang nyata dan itu saya alami sendiri. Namun, kesedihan ini masih terus datang melanda, karena sampai saat ini, nasib sejumlah rekan saya belum diketahui," katanya.

Belum ditemukan
Tim SAR dari Mataram, Nusa Tenggara Barat diharapkan dapat memperpanjang upaya pencarian terhadap korban yang belum ditemukan.
Hingga saat ini, nasib enam orang rekannya belum diketahui. Pihak Basarnas Mataram, Nusa Tenggara Barat terus melakukan usaha pencarian, namun belum menemukan adanya tanda-tanda keselamatan.

Mereka adalah Syamsul Syahdan (38), Pande (67), Tarsisius Dusi Atulolong (35), Sutrisno (57), Sonny Kansil (41), dan Philipus Kopong (43).

Florentina Waton yang merupakan isteri nahkoda KM Multi Prima 01 Tarsisius Dusi Atulolong, berharap agar pihak Basarnas Mataram dapat memperpanjang waktu pencarian.

"Kami minta dan sangat berharap Basarnas bisa memperpanjang waktu pencarian, apalagi sudah ditemukan satu orang dalam kondisi hidup," katanya.

Ia mengatakan, dalam pencarian lanjutan telah ditemukan seorang awak kapal yang selamat bernama Nahum Naibahas alias Riski di wilayah utara di sekitar Pulau Kapoposan.

Karena itu, Florentina meyakini adanya kemungkinan enam awak kapal lain termasuk suaminya juga bisa terdampar di suatu pulau, sehingga ia berharap Basarnas Mataram bisa memperpanjang waktu pencarian selama tujuh hari ke depan.

"Kami semua berharap yang lain segera ditemukan juga, karena ada satu yang selamat sehingga yang lain juga bisa saja terdampar di pulau mana kita tidak tahu," katanya. 

Demikian pula, Rofinus Kia, adik salah satu awak kapal yang tenggelam bernama Philipus Kopong asal Kabupaten Flores Timur juga meminta agar pihak Basarnas Mataram memperpanjang masa pencarian para korban.

Ia berharap, perusahaan pemilik kapal juga memberikan dukungan biaya operasional kepada Basarnas Mataram agar melakukan pencarian para korban hingga ditemukan. "Memang berat rasanya, namun kami berharap ada titik terang," ujarnya.