Penyalahgunaan Narkotika di NTT Menurun

id BNN

Penyalahgunaan Narkotika di NTT Menurun

Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan (P2M) BNN Provinsi NTT Yosef Gadhi

"Kami yakini karena kerja sama semua pihak dan masyarakat dalam menjaga diri dan lingkungan dari upaya buruk penggunaan narkotika dan obat terlarang lainnya itu," kata Yosef Gadhi.
Kupang  (Antara NTT) - Badan Narkotika Nasional Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), mengklaim jumlah penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang lainnya di provinsi berbasis kepulauan itu menunjukan penurunan sejak tahun 2014.

"Kami yakini karena kerja sama semua pihak dan masyarakat dalam menjaga diri dan lingkungan dari upaya buruk penggunaan narkotika dan obat terlarang lainnya itu," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan (P2M) BNN Provinsi NTT Yosef Gadhi di Kupang, Kamis, (29/12).

Menurut dia, menurunya jumlah pengguna narkotika di seluruh wilayah ini karena sosialiasi yang cukup masif dilakukan secara kelembagaan BNN, termasuk yang berada di Kabupaten Belu, Kota Kupang dan Rote Ndao serta kerja sama instansi dan lembaga lainnya.

Dengan sosialiasi masif yang merangsak masuk hingga ke sekolah, linghkungan perkantoran dan sejumlah lokasi terdeteksi rawan penggunaan itulah, maka bisa menekan penyalahgunaan barang haram itu.

Dia menyebut, secara prevalensi jumlah penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang yang terus menurun itu bisa dilihat dalam data yang dimiliki BNN yaitu pada 2014 berjumlah 51.298 penguna.

Angka itu terus mengalami penurunan hingga 2015 berada di angka 49.816 pengguna. Meskipun belum signifikan mengalami penurunan, namun mengarah ke kondisi yang berbeda dan terjadi pengurangan.

Sedangkan di 2016 ini, lanjut Yosef, masih dalam penghitungan dan diyakin juga memberikan gambaran yang cukup positif. "Terjadi penurunan meski belum bisa disampaikan jumlah persisnya," kata Yosef.

Dia menyebut, penyadaran penting dilakukan untuk seluruh komponen masyarakat di daerah ini, terkait bahaya dari penggunaan narkoba tersebut. Dengan pengetahuan itulah, maka secara personal, setiap individu akan berupaya menghindari diri dari penggunaan obat-obat terlarang itu.

Provinsi Nusa Tenggara Timur lanjut dia, memang belum memiliki kawasan atau lokasi rawan narkoba seperti di daerah lainnya di Jakarta, ada kampung Ambon dan lainnya. Namun demikian, sosialiasi terus menyasar sejumlah lokasi yang dimungkinkan menjadi potensi pengguna dalam jumlah yang cukup masif.

Sejumlah lokasi itu di antaranya, tempat hiburan malam, PUB, karaoke, bar, diskotik, lokalisasi, hotel dan sejumlah tempat hiburan malam lainnya.

Terhadap generasi muda para pelajar dan mahasiswa, Yosef mengaku juga menjadi sasaran sosialiasi.

Untuk pelajar tingkat sekolah menengah pertama dan tingkat atas, menjadi kewenangan BNN kabupaten dan kota masing-masing. Sementara untuk perguruan tinggi menjadi tanggung jawab BNN provinsi. "Kami juga akan melayani permintaan sosialiasi di sekolah-sekolah menengah," katanya.

Terhadap jenis yang paling sering menjadi langgan para pengguna di NTT, Yosef menyebut sama seperti yang berlaku secara nasional, ada empat jenis narkoba, masing-masing sabu, ganja, ekstasi dan heroin.

Dijelaskannya, sabu banyak disalahgunakan penggunaannya karena cenderung soft atau ringan. "Padahal mengonsumsi sabu membuat dampak buruk dalam jangka panjang yakni 10-15 tahun kemudian. Harganya yang mahal membuat banyak orang menghabiskan uang. Lalu sekolahnya bisa morat-marit, menjual ini dan itu," katanya.

Lalu, narkoba jenis ganja yang paling banyak digunakan setelah sabu-sabu. Ketika seseorang merokok ganja, THC akan cepat melewati paru-paru menuju aliran darah. Darah akan membawa bahan kimia tersebut ke otak dan organ-organ lain di seluruh tubuh.

Tubuh akan menyerap THC lebih lambat ketika terdapat aktivitas makan atau minum. Oleh karena itu, pada umumnya pengguna akan merasakan efeknya setelah 30 menit hingga satu jam.

THC bekerja pada reseptor sel otak tertentu yang biasanya akan bereaksi terhadap zat alami yang mirip dengan THC di dalam otak. Zat-zat tersebut memiliki peran dalam perkembangan dan fungsi otak.

Ganja akan memaksakan fungsi bagian otak yang mengandung jumlah tertinggi pada reseptor tersebut. Hal ini akan menyebabkan pengguna merasakan beberapa efek lainnya seperti, perubahan indra, perubahan kesadaran terhadap waktu, perubahan mood, gerakan tubuh terganggu, kesulitan berpikir dan memecahkan masalah serta memori terganggu.

Sementara ekstasi yang berbentuk pil, biasanya banyak digunakan di diskotik-diskotik dan tempat hiburan malam lainnya.

Pengguna ekstasi biasanya akan merasakan efeknya 30 menit setelah mengonsumsi ekstasi yang diakibatkan oleh kombinasi stimulan dan sifat halusinogen termasuk efek hipertensi transien dan masalah dengan termoregulasi (agen peningkatan suhu tubuh).

Jenis yang keempat adalah heroin atau putaw, adalah narkoba sangat adiktif yang diproses dari morfin, yaitu zat alami yang dari ekstrak benih biji tanaman poppy varietas tertentu. Heroin biasa dijual dengan berbentuk serbuk putih atau kecoklatan yang telah dicampur dengan gula, pati, susu bubuk atau kina.

Setelah heroin masuk ke dalam otak akan berubah menjadi morfin dan mengikat dengan cepat ke reseptor opiad.

Pengguna biasanya merasakan sensasi kegembiraan secara terburu-buru. Intensitas kegembiraan tergantung dari banyaknya jumlah obat yang dikonsumsi, dengan efek heroin jangka pendek berupa, demam, mulut kering, mual, gatal, fungsi jantung melambat, pernapasan melambat, koma dan kerusakan otak permanen.

"Begitu berbahayanya seluruh obat-obatan itu dan karenannya secara kelembagaan BNN berharap kerja sama semua pihak termasuk masyarakat untuk bisa menghindarinya. Mari kita hidup sehat tanpa narkoba," kata Yosef Gadhi.