BPPD Priotaskan Managemen Pengelolaan PLBN

id PLBN

BPPD Priotaskan Managemen Pengelolaan PLBN

PLBN Mota Ain di Kabupaten Belu yang baru diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 28 Desember 2016.

Koordinasi tersebut terkait dengan pendataan pejabat atau staf di lingkungan provinsi maupun pemerintah Kabupaten Belu, TTU, dan Malaka untuk mengabdi pada unit PLBN terpadu.
Kupang (Antara NTT) - Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Nusa Tenggara Timur Paul Manehat mengatakan dalam tahun 2017 ini pihaknya akan memperbaiki managemen pengelolaan perbatasan pada Pos Lintas Batas Negara (PLBN).

"Salah satu prirotas kerja kita tahun ini melakukan perbaikan managemen pengelola perbatasan untuk PLBN yang sudah beroperasi seperti di Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara, Mota Ain di Kabupaten Belu serta Motamasin di Kabupaten Malaka," katanya kepada wartawan di Kupang, Selasa.

Dia akan melakukan koordinasi dengan sejumlah bupati di wilayah perbatasan negara untuk penempatan untuk penempatan tenaga fungsional dan struktural di tiga PLBN tersebut.

Koordinasi tersebut, katanya, terkait dengan pendataan pejabat atau staf di lingkungan provinsi maupun pemerintah Kabupaten Belu, TTU, dan Malaka untuk mengabdi pada unit PLBN terpaduh.

"Ini sesuai amanat dari Badan Pengelola Perbatasan Nasional sebagai tindak lanjut peresmian PLBN Mota Ain yang sudah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada 28 Desember 2016," katanya.

Paul mengatakan pembangunan kawasan perbatasan negara Indonesia-Timor Leste merupakan salah satu prioritas pemerintah pusat karena merupakan wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).

"Pemerintah terus menggenjot pembangunan ekonomi kawasan perbatasan untuk mengurangi kesenjangan dengan daerah lain maupun dengan negara tetangga Timor Leste," katanya.

Menurutnya, upaya tersebut dilakukan agar masyarakat di wilayah perbatasan juga merasa disentuh dan diperhatikan oleh negara sehingga tidak menimbulkan kepurtusasaan apalagi berkeinginan untuk berpaling ke negara lain.

Untuk selanjutnya, pihaknya akan berkoordinasi untuk pembangunan PLBN di titik wilayah lain seperti di Maratain, Kabupaten Alor dan Napan di Kabupaten TTU. "Kita persiapkan supaya pembebasan lahannya beres sehingga pembangunannya segera berlangsung," katanya.

Sinergi kekuatan

Ia menambahkan pihaknya juga tengah mensinergikan kekuatan lintas sektoral terkait Kementerian/Lembaga di daerah menyambut kebijakan pembangunan sektor pertanian daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.

"Kebijakan Presiden Joko Widodo yang fokus membangaun perbatasan khusus sektor pertanian memilik efek ganda bagi wilayah tersebut dan perekonomian secara nasional seperti di wilayah perbatasan di wilayah Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste," katanya.

Ia menyebut hingga satu dasawarsa terakhir, banyak hal yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat dibantu pemerintah daerah dalam upaya menjaga keutuhan wilayah NKRI di sepanjang garis perbatasan RI -RDTL.

Misalnya Penetapan batas demarkasi dan delineasi sudah dilakukan dengan baik, kendati belum seluruhnya tuntas. Hal itu disebabkan antara lain kendala teknis yang timbul akibat manajemen pengelolaan perbatasan yang amburadul.

Semua itu karena pendekatan sosial-budaya terpinggirkan oleh rancang bangun`cetak biru yang dibawa oleh tim teknis dari beberapa Departemen di Jakarta. Dimana potensi kearifan lokal kalah kemilau oleh konvensi dan hukum internasional.

Sehingga katanya harus butuh beberapa tahun ke depan untuk menyelesaikan masalah teknis demarkasi. "Beberapa segmen wilayah yang bermasalah (unresolved segment), termasuk klaim hak ulayat warga RI - RDTL, menuntut pembicaraan lebih serius di meja perundingan oleh pemerintah dua negara melalui Departeman Luar Negeri," katanya.

Menurut dia, persoalan perbatasan sebenarnya bukan hanya sekadar menegaskan garis batas antarnegara, tetapi banyak aspek yang harus menjadi perhatian utama terkait membangun suatu `kedaulatan di daerah perbatasan itu.

"Masalah kesejahteraan rakyat adalah isu strategis dalam upaya membangun suatu `kedaulatan negara yang kuat di daerah perbatasan, sehingga apabila Pemerintah Pusat saat ini lebih fokus ke pembangunan pertanian, sesuatu hal yang menarik," katanya.

Sebab menurut dia, mustahil membangun kedaulatan dan pertahanan yang kuat di perbatasan jika warga di perbatasan masih berkutat soal kesejahteraan yang masih jauh dari "panggang api".

Daerah perbatasan RI - RDTL adalah kawasan marginal. Kemiskinan menjadi persoalan sehari-hari warga di perbatasan.

Hal itu terjadi karena akses ekonomi yang terbatas. Sarana dan prasarana jalan yang buruk, menyebabkan terputusnya urat nadi kehidupan ekonomi warga perbatasan dengan dunia luar dan secara fundamental banyak wilayah di perbatasan RI - RDTL menjadi terisolir bahkan terasingkan.

Berikut rendahnya kualitas pendidikan (SDM), yang berdampak pada rendahnya kemampuan daya saing penduduk setempat, kemampuan berkreasi dan berinovasi.

Dan tidak kalah pengaruhnya adalah pemerintah daerah belum maksimal mendorong pengembangan kesejahteraan ekonomi di daerah perbatasan karena terbatasnya sumber pembiayaan baik dari APBN maupun APBD.

"Upaya revitalisasi kehidupan ekonomi di perbatasan belum maksimal dan tanpa didukung program kerja yang terarah, terintegrasi dan terpadu lintas sektor," katanya.

Wilayah perbatasan sebenarnya `serambi depan sebuah negara. Jika serambi depan negara itu tertata baik, kuat, maju dan sejahtera, kekhawatiran tentang bahaya infiltrasi ideologi asing atau kekuatan militer asing ke wilayah RI tidak akan terjadi.

"Persoalannya, pembangunan `serambi depan` RI di perbatasan RDTL belum sampai pada tataran aksi nyata. Yang ada baru sebatas wacana. Kalaupun ada aksi program pengembangan wilayah perbatasan, itu dilakukan oleh LSM/NGO yang `didompleng oleh pemerintah daerah setempat," katanya.