"Parliamentari Threshold" Bunuh Partai Gurem

id Golkar

"Parliamentari Threshold" Bunuh Partai Gurem

Pengamat politik Dr Ahmad Atang

Usulan fraksi Partai Golkar tersebut meningkat hampir 300 persen dari persyaratan PT yang diterapkan pada UU Pemilu sebelumnya yakni 3,5 persen.
Kupang (Antara NTT) - Pengamat politik dari Univeritas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang mengatakan dalam sistem multipartai, "parliamentary threshold" memang penting, namun jangan sampai menjadi alat untuk membunuh partai gurem.

"Dalam sistem multipartai, PT penting namun jangan karena itu, PT menjadi alat untuk membunu partai kecil. Ini yang mesti diwaspadai dari gerakan Partai Golkar yang mengusulkan angka PT sepuluh persen," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Jumat.

Fraksi Partai Golkar DPR RI mengusulkan persyaratan ambang batas partai politik berada di parlemen atau "parliamentary threshold" (PT) sebesar 10 persen pada RUU Pemilu yang segera dibahas oleh DPR RI dan Pemerintah.

Usulan fraksi Partai Golkar tersebut meningkat hampir 300 persen dari persyaratan PT yang diterapkan pada UU Pemilu sebelumnya yakni 3,5 persen.

Menurut pembantu Rektor I Universitas Muhammadiyah Kupang, penetapan ambang batas perolehan kursi di parlemen harus diikuti dengan kualitas demokrasi, bukan upaya untuk membangun dominasi partai besar.

Amerika, kata dia, yang kualitas demokrasinya tidak diragukan lagi tetap memberi hak hidup bagi partai gurem.

Karena itu, partai kecil harus mengkonsolidasi diri agar ide yang mengacam keberadaan partai kecil ini tidak sampai disapakiti.

"Angka 10 persen merupakan bentuk arogansi Golkar dan apabila partai besar lainnya ikut mendukung maka motifnya bukan untuk kepentingan membangun kualitas demokrasi tapi cara untuk membunuh partai kecil," katanya.

Dia menambahkan dalam setiap pembahasan perubahan UU pemilu, persoalan yang selalu muncul salah satunya adalah masalah "parliamentary threshold".

Menurut dia, wacana ini di parlemen selalu muncul polarisasi antara partai kecil melawan partai besar.

Kondisi ini dipicu oleh adanya keinginan partai besar yang mematok angka terlampau tinggi yang secara riil politik sulit di jangkau oleh partai kecil.

Golkar, kata dia, sebagai partai besar mengusulkan angka 10 persen PT dalam pandangan kepentingan golkar tidak bermasalah karena angka tersebut sama dengan 56 kursi dan golkar dalam setiap pemilu selalu melampauinya.

Dengan demikian menjadi wajar kalau terjadi penolakan dari partai kecil. Meskipun begitu, Golkar diyakini tidak sendirian dalam memperjuangkan angka tersebut.

Dia mengatakan, Golkar akan mencari patron dengan partai besar lain untuk menggolkan gagasan tersebut.

"Usulan Golkar memang terlampau over optimis tanpa memperhitungkan konsekuensi politik dimana perolehan kursi partai sangat flukttatif. Saya menduga usulan Golkar ini sulit diterima di parlemen," katanya.

Sementara itu, RUU Pemilu yang diusulkan Pemerintah untuk dibahas bersama DPR RI mengusulkan persyaratan PT sebesar 3,5 persen sama seperti perysratan PT pada UU Pemilu sebelumnya.

RUU Pemilu yang disusun Pemerintah sudah diterima DPR RI, sedangkan daftar inventarisasi masyarakah (DIM) yang diusulkan oleh masing-masing fraksi di DPR RI masih dikumpulkan oleh Pansus Pemilu.