Bupati Belu Tidak Penuhi Panggilan Kejari Atambua

id bantuan sosial, dugaan penyalahgunaan

Atambua (Antara NTT) - Bupati Belu Joachim Lopez tidak memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Atambua untuk diminta keterangan terkait kasus dugaan penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos) Tahun Anggaran 2009 di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) setempat senilai Rp105 juta.

"Hari ini Bupati tidak penuhi panggilan kami, tanpa alasan kendati sudah dipanggil secara patuh oleh pihak Kejaksaan," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Atambua, Roberthus M Tacoy, SH di Atambua, Senin.

Dia mengatakan, pemanggilan kepada Bupati Belu Joachim Lopez untuk didengarkan keterangannya sebagai kepala daerah, berkaitan dengan prosedur penyaluran dana bantuan sosial (bansos) tahun anggaran 2009 di Badan Kepegawaian daerah setempat, karena diduga telah terjadi penyalahgunaan.

Menurut Tacoy, surat pemanggilan kepada Bupati Belu sudah dilayangkan secara patuh pada Rabu (3/10) lalu untuk menghadap hari ini, dalam kaitan didengar keterangannya untuk kepentingan pengumpulan data dan bukti dugaan penyalahgunaan dana bansos tersebut.

Kendati tidak memenuhi panggilan pihak Kejari Atambua, kata Tacoy, tim penyidik Kejari Atambua akan tetap melanjutkan penyelidikan terhadap pihak lain baik dari unsur pemerintah maupun masyarakat penerima, demi perampungan data untuk pengambilan kesimpulan.

Dia mengatakan, pihak Kejari Atambua, tidak akan legi memanggil Bupati Joachim dalam tahapan penyelidikan ini, karena batasan waktu tahapan ini, harus sudah berakhir Selasa (9/10) besok. Bupati Joachim, kata Tacoy akan dipanggil lagi saat status kasus ini dinaikan ke tingkat penyidikan dalam pekan depan.

"Semua pihak pemberi dan penerima dana tersebut sudah kita periksa dan sudah cukup untuk mendapatkan bukti yang memadai. Kita segerakan tingkatkan persoalan hukum ini ke penyidikan dalam pekan depan," kata Tacoy.

Sejumlah data dan fakta yang sudah ditemukan dari pemeriksaan sejumlah pihak, kata Tacoy di antaranya, ada penerima yang tidak pernah membuat proposal namun mendapatkan dana Rp5 juta dengan hanya menandatangani kuitansi kosong.

Selain itu, kata dia, 99 persen penerima bantuan tersebut, berada di dalam Kota Atambua, sementara kata Tacoy, dana bansos yang bersumber dari APBD Kabupaten Belu itu, juga harus bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat yang berhak di seluruh wilayah kabupaten perbatasan Ri-Timor Leste itu.

"Ada juga penerimannya orang yang sama, setahun bisa dapat empat kali bantuan," ungkap Tacoy.

Terhadap ketidakhadiran Bupati Joachim tersebut, dinilai sebagai tidak kooperatif dan tidak menerapkan semangat sebagai seorang pejabat yang harus menghargai dan menaati aturan hukum yang beralaku di negara ini, Tacoy hanya mengatakan, itu akan menjadi penilaian masyarakat.

"Silahkan anda menilai, jika Bupati tidak hadir hari ini, apakah dia masuk dalam kelompok tidak kooperatif dengan aturan dan proses hukum yang ada atau tidak," kata Tacoy.

Menurut dia, sejumlah pihak yang sudah dipanggil dan dimintakan keterangan dalam tindakan penyelidikan yang dilakukan oleh Kejari Atambua, di antaranya, bendahara umum Daerah Kabupaten Belu, mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah serta sejumlah pihak lainnya.

Dia menjelaskan, sesuai dengan ketentuan Keputusan Mendagri nomor: 13 tahun 2006, dana bantuan sosial atau dana apapun yang berkaitan dengan bantuan sosial kepada masyarakat, harus diperuntukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah.

Pemanfaatan dana tersebut, lanjut dia, harus atas dasar surat keputusan kepala daerah, dengan sejumlah syarat penyaluran serta subyek penerimanya.

Selain itu juga lanjut dia, harus ada pertanggungjawabannya, terhadap penggunaan dana tersebut, karena itu penting adanya pengawasan.

"Ada indikasi kuat dana tersebut tidak dilandasi oleh ketentuan dan keputusan Mendagri tersebut, karena itu patut diduga telah terjadi kebocoran," kata Mantan Kabag Humas Kejati Nusa Tenggara Timur itu.

Dikatakannya, pemerintah, memiliki kepentingan untuk mensejahterakan masyarakatnya dengan sejumlah kebijakan dan intervensi anggaran yang dimilikinya.

Namun demikian, semua kebijakan tersebut, harus juga dilandasi dengan sebuah aturan hukum yang jelas, sehingga tidak disalahgunakan untuk kepentingan oknum lain dalam memperkaya diri dan kelompoknya.

"Jangan masyarakat dijadikan tameng dalam upaya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pihak lainnya," kata dia.

Masyarakat saat ini, lanjut dia, sangat membutuhkan sentuhan dan bantuan pemerintah dalam segala caranya, agar bisa meningkatkan taraf hidup ekonomi rumah tangganya.

Karenanya, sebagai penegak hukum, tugas dan fungsi Kejaksaan untuk melindungi kepentingan masyarakat itu, dengan melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum yang benar.

"Jika ditemukan adanya penyalahgunaan dalam bantuan ini, akan kita tindak sesuai aturan yang ada. Saya tidak main-main untuk hal ini, siapa pun dia," kata Tacoy.

Mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Belu, Josef FX Un, mengaku, mengelola alokasi anggaran sebesar Rp105 juta tersebut untuk kepentingan, penyelenggaraan formasi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) tahun 2009.

Namun demikian, lanjut Josef, pihaknya tidak tahu menahu soal sumber anggaran yang digunakan tersebut.

"Saya hanya menggunakannya, saya tidak tahu menahu soal sumber anggaran tersebut," kata dia.