Pengamat Pertanyakan Kebijakan Impor Beras

id Leta

Pengamat Pertanyakan Kebijakan Impor Beras

Pegawai gudang Bulog Divre NTT berjalan di samping tumpukan karung beras di gudang Bulog Divre NTT di Kupang, NTT. (Antara Foto/Kornelis Kaha)

"Saya mempertayakan kebijakan itu, karena pekan lalu Presiden Joko Widodo menyatakan stok beras yang biasanya pada tiga bulan pertama awal tahun rendah, saat ini stok melimpah dan akan semakin bertambah karena panen raya masih berlanjut," kata Leta R

Kupang,  (Antara NTT) - Pengamat Pertanian Agribisnis Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Leta Rafael Levis, mempertanyakan kebijakan impor beras yang dilakukan Nusa Tenggara Timur ketika terjadi surplus beras pada sejumlah daerah di kawasan ini.


"Saya mempertayakan kebijakan itu, karena pekan lalu Presiden Joko Widodo menyatakan stok beras yang biasanya pada tiga bulan pertama awal tahun rendah, saat ini stok melimpah dan akan semakin bertambah karena panen raya masih berlanjut," katanya kepada Antara di Kupang, Sabtu, (8/4).


Ketua Penyuluh Pertanian Negeri di NTT ini menyatakan hal itu terkait kebijakan NTT impor 85 Persen ton beras dari Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, sementara sebagian besar kabupaten di daerah setempat surplus beras.


Walaupun di beberapa kabupaten di NTT surplus beras, namun secara keseluruhan NTT kekurangan beras. Ketergantungan beras NTT terhadap daerah lain sangat tinggi.


Dalam pertemuan High Level Meeting (HLM) Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT di Kupang Kamis (6/4), Gubernur Frans Lebu Raya mengakui, NTT masih tergantung pada daerah lain.


"Saat ini beras dipasok dari Sulawesi Selatan mencapai 62,3 persen. Sedangkan pasokan dari Jawa Timur mencapai 23,8 persen," katanya.


Oleh karena itu, Gubernur meminta Dinas Pertanian untuk bekerja keras mengambil langkah strategis meningkatkan produktifitas guna mengurangi ketergantungan ini.


Menurut Leta Levis, apabila dasar impor beras karena terjadi kekurangan stok, maka masalahnya bukan karena Dinas terkait kurang maksimal sehingga menimbulkan ketergantungan, tetapi perlu dikaji lebih dalam lagi faktor penyebabnya.


Ia menilai apabila memang terjadi kekurangan maka beberapa faktor penyebab diantaranya iklim yang berdampak pada kekurangan hujan hingga menurunnya debit air untuk mengairi pematang menjadi persoalan utama di NTT.


"Kekurangan air menjadi pemicu utama pengembangan padi sawah di NTT, sehingga perlu solusi," katanya.


Dosen Fakultas Pertanian Undana Kupang itu untuk mencapai ketahanan dan swasembada pangan tersebut, beberapa langkah strategis telah dirangkum pemerintah dalam upaya khusus (Upsus) swasembada pangan, dengan fokus pada tujuh komoditas utama yaitu padi, jagung, kedelai, bawang merah, cabai, daging, dan gula.


Khusus untuk tiga tahun ke depan, katanya, pemerintah pusat melalui Kementan membentuk tim upsus padi, jagung, kedelai (pajale) yang tugasnya menggenjot produksi tiga komoditas pangan tersebut.


Caranya, melalui berbagai upaya seperti perbaikan jaringan irigasi, perluasan areal tanam, mekanisasi dengan alat-alat pertanian modern, bantuan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida) dan lainnya.


Langkah ini katanya, perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah terutama dinas pertanian dan perkebunan setempat, sehingga ada sinergitas antara pusat dan daerah dalam mewujudkan langkah dan target Presiden Jokowi itu dalam sektor ketahanan dan swasembada pangan.