Artikel - Ganjalan hidup bersahabat nyaris terjadi nyata

id Katedral Jakarta

Artikel - Ganjalan hidup bersahabat nyaris terjadi nyata

Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo. (ANTARA FOTO/Anom Prihantoro/aa).

Umat Kristiani di seluruh dunia secara rutin merayakan Natal pada setiap tanggal 25 Desember yang diyakini sebagai hari kelahiran Yesus Kristus, seperti halnya dilakukan pula di Indonesia.
Kupang (ANTARA) - Umat Kristiani di seluruh dunia secara rutin merayakan Natal pada setiap tanggal 25 Desember yang diyakini sebagai hari kelahiran Yesus Kristus, seperti halnya dilakukan pula di Indonesia.

Namun, untuk mewujudkan mimpi merayakan Natal bersama di Indonesia, tampaknya tidak mudah seperti orang membalikkan telapak tangan.

Kasus pelarangan perayaan Natal bersama di dua tempat di wilayah Sumatera Barat dalam tahun 2019, menjadi bumerang bagi Indonesia dalam membangun sebuah persahabatan sejati bagi semua orang.

Mungkin atas dasar ganjalan tersebut, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia kemudian menetapkan tema Natal 2019 Hiduplah sebagai Sahabat bagi Semua Orang yang terinspirasi dari Injil Yohanes 15: 14-15.

Dengan tema ini seluruh umat Kristen diajak untuk menjadi sahabat bagi siapa pun di Indonesia yang terdiri atas berbagai macam suku, budaya, serta keyakinan.

Bangsa Indonesia telah memiliki sejarah panjang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hingga disatukan oleh Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda, namun tetap satu.

Tema Natal kali ini sangat tepat diangkat setelah bangsa Indonesia melewati Pemilu Presiden 2019, di mana kala itu warga bangsa seolah terpecah menjadi dua kelompok yakni “cebong” sebagai pendukung Joko Widodo dan “kampret” pendukung Prabowo Subianto.

Presiden terpilih Joko Widodo bahkan mengajak Prabowo Subianto dan pendukungnya masuk dalam Kabinet Indonesia Maju. Prabowo ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan yang sangat strategis. 

Persatuan demi bangsa dan negara menjadi nomor satu setelah mereka bersaing di pilpres lalu. Jokowi kemudian mengajak semua orang bisa hidup sebagai seorang sahabat.

Jika pemimpin-pemimpin bangsa ini saja sudah bersahabat, lantas bagaimana dengan kita? Sebagai warga bangsa mungkin kita bisa mengawali untuk “bersahabat” dengan tetangga yang berada di sekitar lingkungan tempat tinggal kita.

Di gereja universal, salah satu yang sangat memerlukan sahabat yakni mereka kaum lemah, miskin, tersingkir dan difabel. 
Romo Stefanus I Kadek Adi Subratha SVD memberkati kandang dan palungan bayi Yesus pada misa malam Natal di gereja Arnoldus Jansen, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (24/12/2019). Natal 2019 bertema 'Hiduplah sebagai Sahabat bagi Semua Orang' ini berjalan dengan khidmat dan tertib. (ANTARA FOTO/Paramayuda/ama).
Kaum tertindas
Menurut Romo Jon Sobrino SJ, seorang pastor katolik asal Spanyol yang terkenal dengan liberation theology (teologi tentang kebebasan), kaum difabel merupakan kaum yang sering tertindas dan mendapatkan perlakukan yang tidak adil di dunia ini.

Kaum inilah yang sejatinya harus menjadi sabahat dan kawan utama bagi semua orang. Tak boleh ada lagi kabar atau berita di media tentang perlakukan yang tidak adil terhadap mereka yang lemah, miskin, tersingkir dan difabel.

Dalam pesan Natal bersama KWI dan PGI seluruh umat kristiani di Indonesia diingatkan pada teladan cinta kasih Yesus untuk saling merendahkan diri dan melayani. 

Injil Yohanes (15:14) memotret Yesus sebagai sosok sahabat yang menyerukan pesan cinta kasih bisa menjadi inspirasi bagi siapapun yang hidup di zaman ini untuk terus mempertahankan nilai-nilai perdamaian, kerukunan, dan pengertian sebagai sesama anak bangsa.

Pesan Natal 2019 adalah pesan persahabatan yang membawa semua orang kembali kepada sejarah bersama bangsa Indonesia, cita-cita bersamanya dan perjuangan bersama bagi kemanusiaan, bagi Indonesia yang bermartabat.

Atas dasar itu, gereja-gereja di Indonesia kemudian mengangkat tema Natal 2019 "Hiduplah sebagai Sahabat bagi Semua Orang'. Adakah makna yang mendalam di balik tema tersebut?.

Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo pun menyampaikan arti pesan damai dari tema Natal kali ini, dan meminta umat Kristiani hidup sebagai sahabat bagi dunia.

Pada tahun ini Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) bersama Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) merumuskan pesan Natal dengan judul "Hiduplah Sebagai Sahabat Bagi Semua Orang". 

Semboyan ini diangkat untuk mengajak umat Kristiani di Indonesia khususnya untuk membuat Natal itu bermakna kontekstual.

Tema Natal ini, diambil karena persaudaraan di Indonesia terasa sedikit terganggu karena ujaran kebencian,politik identitas serta intoleransi, sehingga seluruh umat Kristiani diharapkan hidup sebagai sahabat bagi siapapun.

Pesannya jelas hidup sebagai sahabat bagi siapa pun, karena semua orang Kristen merasakan besar atau kecil di tengah-tengah masyarakat yang namanya persaudaraan, persahabatan itu rasa-rasanya sekarang sedikit terganggu.
Sejumlah warga berjalan menuju Masjid Istiqlal untuk melaksanakan Salat Idul Adha seusai memarkir kendaraan bermotornya di Gereja Katedral, Jakarta, Minggu (11/8/2019). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp).
Jaga persaudaraan
Tema Natal 2019 dapat diartikan bahwa seluruh umat kristiani hidup sebagai sahabat bagi siapapun, karena persaudaraan di Indonesia terasa sedikit terganggu dengan munculnya istilah ujaran kebencian, politik identitas dan intoleransi.

Uskup Agung Jakarta itu juga meminta seluruh umat Kristiani tetap menjaga persaudaraan serta kebersamaan sesuai watak asli Indonesia, sehingga kehidupan beragama tetap harmonis.

"Artinya, seluas apapun makna dari pesan itu, bisa diterjemahkan dalam hal-hal kecil sehari-hari. Intinya umat Kristiani diajak untuk tetap merawat persaudaraan, merawat harmoni kehidupan, merawat kebersamaan yang memang menjadi watak asli bangsa kita," ujar Suharyo.

Perihal kebebasan beribadah bagi semua pemeluk agama memang menjadi sorotan belakangan ini, setelah munculnya kasus pelarangan ibadah Natal bersama di Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat. 

Menteri Agama Fachrul Razi menjelaskan tidak diizinkannya ibadah Natal bersama di Dharmasraya merupakan kesepakatan bersama, sehingga disepakati digelar di Sawahlunto, karena memang tidak ada gereja di Dharmasraya.

Namun, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menduga isu larangan perayaan Natal di Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat sengaja diembuskan jelang Pilkada 2020.

"Lagi-lagi pilkada dijadikan isu untuk membelah. Kami akan berjibaku menjalankan perintah konstitusi. Karena kita negara yang percaya Tuhan, tapi dalam menjalankan agama dan keyakinan, kebebasan dijamin sepenuhnya oleh konstitusi," katanya.

Larangan perayaan Natal sebelumnya dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Dharmasraya melalui surat pemberitahuan tertanggal 10 Desember 2019, merujuk pada pernyataan bersama pemerintah Nagari Sikabau, Ninik Mamak, tokoh masyarakat, dan pemuda Nagari Sikabau pada 21 Desember 2017.

Dalam surat itu, Pemerintah Kabupaten Dharmasraya menyarankan umat Kristiani untuk melangsungkan ibadah pada tempat ibadah resmi yang ditunjuk pemerintah.

Ketua DPR RI, Puan Maharani mengimbau pemerintah bersedia meminjamkan kantor tempat mereka bekerja kepada umat kristiani yang hendak merayakan Natal pada 25 Desember 2019.

"Pemerintah harus menjamin hak seluruh warga negara untuk merayakan hari besar agamanya sesuai perintah konstitusi," kata putri Megawati Soekarnoputri itu.

Ketua Program Manager Pusaka Foundation Padang, Sudarto, mengatakan selain di Dharmasraya, larangan merayakan Natal selain di tempat ibadah juga terjadi di Pesisir Selatan.

Ada sekitar 22 Kepala Keluarga (KK) umat Kristiani di Dharmasraya dan 15 KK umat Kristiani di Pesisir Selatan. Di kedua kabupaten itu, menurut Sudarto, memang tak ada rumah ibadah untuk umat Nasrani. 

Umat Kristiani di Dharmasraya misalnya, jika ingin merayakan Natal harus pergi ke gereja terdekat di Sawahlunto. Padahal, kedua lokasi berjarak 135 kilometer.

"Kami sampaikan perasaan sedih, karena setelah kami berjuang, teman-teman di Jurong Kampung Baru, Nagari Sikabau (bagian dari Dharmasraya) menyerah. Kami tunduk pada aturan tetapi hati kami menangis, jadi tidak apa-apa tahun ini kami tidak merayakan Natal lagi," ujar Sudarto.
Umat Katolik mengikuti jalannya Misa Kamis Putih di Gereja Katedral, Jakarta, Kamis (18/4/2019). Kamis Putih merupakan hari pertama dari Tri Hari Suci Paskah yang dirayakan untuk memperingati perjamuan terakhir Yesus bersama para murid. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww).