NTT kurang diguyur hujan akibat tekanan rendah di Sumatera

id Kekeringan

NTT kurang diguyur hujan akibat tekanan rendah di Sumatera

Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kupang Agung Sudiono Abadi (kanan) dalam sebuah acara. (ANTARA FOTO/Bernadus Tokan)

Sejumlah daerah di provinsi berbasis kepulauan NTT, telah melaporkan adanya ancaman rawan pangan karena tanaman petani tidak bisa tumbuh dengan baik akibat minimnya curah hujan.
Kupang (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kupang menyebutkan wilayah Nusa Tenggara Timur sedang mengalami kekurangan hujan akibat adanya tekanan rendah (low pressure area) di wilayah Sumatera bagian barat.

"Kondisi ini diprakirakan akan terus bertahan hingga dasarian I Februari 2020," kata Kepala BMKG Stasiun Meteorologi El Tari Kupang Agung Sudiono Abadi di Kupang, Senin (3/2), terkait minimnya hujan di NTT dalam musim 2019/2020.

Sejumlah daerah di provinsi berbasis kepulauan NTT, telah melaporkan adanya ancaman rawan pangan karena tanaman petani tidak bisa tumbuh dengan baik akibat minimnya curah hujan.

Kabupaten Flores Timur misalnya, melaporkan lebih dari 400 hektare tanaman milik petani di wilayah itu mulai mengering dan terancam gagal panen.

Dia menjelaskan, pada 24 Januari 2020 mulai muncul 'low pressure area' di wilayah Sumatra bagian barat dan bertahan sampai sekarang.

Akibatnya massa udara bergerak menuju Sumatera yang menyebabkan pemasukan uap air di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) berkurang.
Menanam ulang. (ANTARA FOTO/Bernadus Tokan)


Kondisi tersebut mengakibatkan berkurangnya pertumbuhan awan hujan di NTT sehingga di NTT mengalami kurang hujan dan diperkirakan kondisi ini dapat bertahan hingga dasarian 1 Februari, katanya menambahkan.

Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang Apolinaris Geru secara terpisah mengatakan musim hujan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2019/2020 ini juga mengalami keterlambatan.

"Musim hujan terlambat. Ada yang sesuai normalnya dan ada yang mundur (terlambat) dari normalnya," kata Apolinaris Geru.

Dia mengatakan keterlambatan musim hujan ini disebabkan Monsun Asia (yang membawa uap air) dan menyebabkan musim hujan di Indonesia datangnya terlambat.

Sementara Monsun Australia (bersifat kering) dan menyebabkan musim kemarau di Indonesia masih dominan sampai dengan awal Desember 2019, katanya menjelaskan.
Kondisi sawah yang terancam gagal panen akibat kekeringan yang masih menghantui sebagian besar wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). (ANTARA/Hayaturrahmah)