Politik Tidak Mengenal Figur Tua

id Politik

Politik Tidak Mengenal Figur Tua

Pengamat politik Ahmad Atang

"Namun demikian, pandangan dikotomis tersebut dapat dipahami karena `mainstrem` politik modern selalu melihat figur yang populis tanpa membedakan figur tua atau muda," kata Ahmad Atang.
Kupang (Antara NTT) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang, MSi mengatakan dalam politik tidak ada dikotomi antara figur tua dan figur muda, karena padangan tersebut sangat relatif.

"Namun demikian, pandangan dikotomis tersebut dapat dipahami karena `mainstrem` politik modern selalu melihat figur yang populis tanpa membedakan figur tua atau muda," katanya kepada Antara di Kupang, Jumat.

Dia mengemukakan pandangan itu berkaitan dengan bagaimana mencari figur pemimpin NTT yang ideal pascakepemimpinan Gubernur NTT Frans Lebu Raya-Benny Litelnoni karena bakal calon yang disodorkan partai politik umumnya adalah "stok lama".

Bahkan figur yang disodorkan partai umumnya sudah tua dari sisi usia, sehingga dinilai kurang mantap jika memimpin NTT yang nota bene adalah wilayah kepulauan, yang membutuhkan energi sangat besar.

"Dalam hal urusan politik, tidak ada dikotomi antara figur tua atau muda, karena sangat relatif. Pandangan dikotomis tersebut dapat dipahami karena `mainstrem` politik moderen selalu melihat figur yang populis tanpa membedakan fihur tua atau muda," katanya.

Staf pengajar ilmu politik pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Nusa Cendana (Undana) itu menambahkan, fakta ini kemudian menjadi domain politik partai, sehingga figur yang dimunculkan selalu bersandar pada popularitas dan tingkat elektabilitas tanpa mendikotomi figur tua atau muda.

Dia mengakui, memang ada pandangan secara biologis jikalau usia semakin tua cenderunp tidak produktif dan figur muda lebih baik, energik dan inovatif.

Namun atas dasar itu, maka partai politik hanya menyiapkan figur dan masyarakat yang mempunyai hak untuk melakukan seleksi terhadap figur yang ditawarkan.

"Disinilah ruang kompetisi antara figur tua dan muda dimulai untuk merebut kepercayaan rakyat," katanya.

Mengenai topografi NTT, dia mengatakan, jika dilihat dari kepentingan daerah NTT yang berbentuk wilayah kepulauan sehingga membutuhkan figur yang energik, menurut dia, bukan alasan politik.

"Kalau pertimbangan topografi bukan alasan politik, tapi lebih pada pertimbangan moral politik," katanya menegaskan.

Bagi dia, siapa pun boleh menjadi Gubernur Nusa Tenggara Timur asal mendapat kepercayaan rakyat, tanpa perlu membedakan dikotomi antara tua dan muda.