Kebijakan Zonasi Untuk Pemerataan

id zonasi

Kebijakan Zonasi Untuk Pemerataan

Yoel Oematan, Kepala SMPN 2 Kupang

Kebijakan zonasi itu sudah berdasarkan Permendiknas Nomor 17 Tahun 2017 yang selanjutnya diturunkan melalui juknis Dinas Pendidikan Provinsi NTT.
Kupang (Antara NTT) - Kepala SMP Negeri II Kupang Yoel Oematan mengatakan sistem penerimaan secara online menggunakan zona atau alamat domisili ini dimaksudkan untuk keadilan dan pemerataan dalam penerimaan siswa baru tahun ajaran 2017/2018.

"Kebijakan zonasi itu sudah berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 17 Tahun 2017 yang selanjutnya diturunkan melalui petunjuk teknis (juknis) Dinas Pendidikan Provinsi NTT," katanya di Kupang, Rabu.

Ia mengatakan hal itu terkait keberatan dari orang tua siswa yang menilai zonasi penerimaan siswa baru terkesan diskriminatif dan mengabaikan mutu dan kualitas dan mengedepankan aspek domisili.

"Syarat nilai ujian nasional dan rapor tidak lagi dipakai sebagai alat penyaring tetapi zonasi dan domosili yang justru digunakan sebagai persyaratan," kata orang tua murid bernama Yandri.

Zonasi itu telah diberlakukan bagi 20 SLTP Negeri dan 10 Sekolah Dasar Negeri (SD) dengan jumlah penerimaan siswa sebanyak 352 siswa untuk 11 rombongan belajar dengan masing-masing siswa per kelas sebanyak 32 orang.

"Penerimaan PPDB sudah tersistem berdasarkan zona yang sudah ditentukan, jika calon siswa yang domisili tidak berdasarkan zona otomatis tidak dapat terdaftar," kata Yoel.

Untuk SMPN 2 Kupang, siswa yang diterima dibagi dalam beberapa zona, diantaranya Zona I meliputi Kelurahan Oetete. Zona II, Kelurahan Merdeka, Bonipoi, Oebobo, Fontein, Kuanino, Airmata, Kampung Solor, Kelurahan Lai-Lai Bissi Kopan (LLBK), Tode Kiser, Oeba dan Kelurahan Fatubesi.

Sementara itu, Kepala SMPN 11 Kelurahan Naimata Kota Kupang, Mauritz E Floris mengatakan kebijakan zonasi penerimaan siswa baru dalam tahun ajaran 2017/2018 untuk mencegah penumpukan siswa pada sekolah-sekolah favorit dan mengabaikan siswa yang tinggal dan menetap di sekitar sekolah tersebut.

"Sebenarnya sudah terimplisit dalam petunjuk teknis yang telah dikeluarkan tentang penerimaan siswa baru bahwa penerapan sistem zonasi, sebenarnya lebih mengarah pada jarak antara sekolah dan pemukiman penduduk dan upaya pencegah penumpukan pada sekolah-sekolah tertentu," katanya.

Rincian dari zonasi dimaksud antara lain tiga kilometer untuk SD, enam kilometer untuk SMP dan 12 kilometer untuk SMA/SMK.

"Idealnya, setiap kecamatan minimal ada satu SMA atau SMK. Namun hal ini sangat bergantung pada sekolah pendukung dalam wilayah di kecamatan tersebut," katanya.

Intinya, kata dia, kebijakan soal zonasi ini lebih mengatur pada aspek penerimaan siswa baru agar tidak terjadi penumpukan siswa pada sekolah tertentu dan mematikan sekolah lain serta mengabaikan siswa yang tinggal di sekitar sekolah tersebut.

Cara lain juga yang diatur dalam NTT akan membatasi rombongan belajar saat penerimaan siswa baru di tingkat SMA dan SMK.

Hal ini dimaksud untuk menghindari penumpukan siswa pada sekolah tertentu dan kekurangan siswa pada sekolah lain.

"Dari tahun ke tahun salah satu persoalan yang dihadapi sekolah-sekolah di NTT saat penerimaan siswa pada awal tahun pelajaran adalah penyebaran siswa yang tidak merata," katanya.

Ia menilai sejumlah sekolah yang dinilai lebih favorit, jumlah siswanya membludak hingga melampaui jumlah rombongan belajar. Akibatnya, ruang perpustakaan dan laboratorium difungsikan menjadi ruang belajar.