Pengamat: Perlu peningkatan kapasitas petani sukseskan lumbung pangan

id NTT, Kota Kupang,Lumbung Pangan

Pengamat: Perlu peningkatan kapasitas petani  sukseskan lumbung pangan

Presiden Joko Widodo (kanan) berjalan di tengah hamparan sawah yang akan dikembangkan menjadi lumbung pangan. (Antara/Ho-Humas Polda NTT)

Membangun pertanian yang berbasis pada food estate dengan luas lahan yang besar, itu tidak gampang
Kupang (ANTARA) - Pengamat pertanian dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Nusa Tenggara Timur Rafael Leta mengatakan bahwa jika ingin lumbung pangan di NTT khususnya di Sumba Tengah sukses maka diperlukan peningkatan kapasitas bagi petani dan kelompok tani di daerah itu.

"Petani itu menjadi titik sentral untuk menyukseskan program 'food estate' atau lumbung pangan. Oleh karena diperlukan peningkatan kapasitas bagi para petani itu sendiri, sebab yang melaksanakan di lapangan adalah para petani yang tergabung ke dalam berbagai kelompok tani yang sudah ada," katanya kepada ANTARA di Kupang, Rabu, (24/2).

Hal ini disampaikan berkaitan dengan program food estate yang kini dikembangkan oleh pemerintah Indonesia di NTT Khususnya di Sumba Tengah yang pada Selasa (23/2) kemarin baru saja dikunjungi oleh Presiden Joko Widodo.

Menurut dia selama ini, pemerintah lebih sering mantap dalam perencanaan tetapi lemah dalam eksekusi di lapangan terutama peran dan perhatian pemerintah terhadap penyuluh yang menjadi "ujung tombak" pembangunan pertanian semakin merosot dalam kurun lima tahun terakir.

"Hal ini berlaku juga pada daerah-daerah yang sekarang dibangun bendungan. Dimana konsep dan niatnya bagus tetapi hanya pada level pelaksanaan, tetap menjadi kendala yang serius," ujar dia.

Lebih lanjut tambah dia manajemen, membangun pertanian yang berbasis pada food estate dengan luas lahan yang besar, itu tidak gampang. Pemerintah daerah setempat harus mengetahui secara pasti bahwa satu orang petani di Sumba Tengah, bisa mengelola lahan berapa luas atau berapa hektar, kalau 3000 hektar berarti dibutuhkan paling sedikit 3000 orang petani.

Dosen pertanian di Undana itu juga menambahkan bahwa kapasitas petani di NTT dalam kaitannya dengan tingkat keinovatifan rata-rata berada dalam taraf 'late majority' petani dengan kategori keinovatifan 'late majority' butuh sumber daya seperti dana, tenaga dan waktu yang sangat besar untuk meningkatkan kapasitas mereka.

"Oleh karena itu, maka seorang petani sudah cukup untuk mengelola satu hektar saja, tidak boleh lebih, karena masalah 'late majority'nya tersebut," tambah dia.

Lagipula menurut dia secara psikomotorik, pengeleolaan "food estate" bagi petani masih menjadi benda asing sehingga dibutuhkan proses mental yang harus dilalui oleh petani. Oleh karena itu, tahap awal maksimum satu hektar per petani sudah sangat cukup.

Di sisi lain, jumlah kelompok tani di NTT khususnya di Sumba Tengah yang berkategori kelas utama yang memiliki responsif sangat baik terhadap inovasi atau program dari luar jumlahnya sangat sedikit.

Baca juga: Artikel - Jokowi dan hujan berkah untuk ekonomi SumbaTengah

Baca juga: Central Sumba food estate coverage to reach 10,000 hectares: President Jokowi


"Rata-rata kelompok petani di NTT berada dalam kategori kelas pemula, mereka-mereka ini ada kegiatan kalau ada bantuan dari pemerintah atau kalau ada program dari pemerintah baru mereka bergerak. Beberapa tahun lalu, lebih dari 80 persen kelompok tani di NTT adalah kelompok tani papan nama," ujar dia.