Pemerintah Keluhkan Pengunaan Purse Sein

id Rumpon

Pemerintah Keluhkan Pengunaan Purse Sein

Kapal-kapal Puse Sein dari Bali yang melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan NTT. (Foto ANTARA/Wahab Sidin)

Pemerintah Nusa Tenggara Timur mengeluhkan maraknya aktivitas penangkapan ikan di wilayah perairan daerah ini dengan menggunakan purse seine dan rumpon oleh nelayan-nelayan dari luar seperti nelayan dari Bali.
Kupang (Antara NTT) - Pemerintah Nusa Tenggara Timur mengeluhkan maraknya aktivitas penangkapan ikan di wilayah perairan daerah ini dengan menggunakan purse seine dan rumpon oleh nelayan-nelayan dari luar seperti nelayan dari Bali.

"Kami temukan di wilayah perairan NTT dalam suatu kegiatan pemantauan melalui udara di wilayah perairan Sumba menemukan adanya aktivitas penangkapan ikan menggunakan purse seine serta rumpon yang sangat banyak di perairan NTT. Perusahan penangkapan ikan ini merupakan perusahan asal Bali," kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan NTT Ganef Wurgiyanto, Selasa.

Dalam dialog dengan Komisi II DPD RI yang membidangi perekonomian di Kantor DPD RI di Kupang, ia menuturkan aktivitas penangkapan ikan di prairan NTT yang dilakukan perusahan asal Provinsi Bali itu diduga dibeking orang kuat sehingga proses penangkapan ikan menggunakan alat tangkap menggunakan purse sein terus berlangsung.

Aktivitas penangkapan ikan itu berlangsung dalam radius 12 mil laut, menurut dia, sangat meresahkan daerah ini, karena penangkapan seperti itu berdampak pada menurunnya hasil tangkapan nelayan lokal di provinsi berbasis kepulauan ini.

"Perusahan ini menangkap ikan bisa mencapai 50 ton sekali lingkar. Nelayan di NTT bisa menggunakan itu namun akan berbenturan dengan WWF, TNC Laut Sawu maupun pihak lain. JIka hanya untuk meningkatkan produksi ikan tentu kita izinkan menggunakan alat tangkapan seperti itu tetapi nanti berbenturan dengan hukum," katanya.

Ia berharap pemerintah pusat yang menerbitkan izin penangkapan terhadap perusahan asal luar NTT itu segera diberantas agar hasil tangkapan ikan dilakukan nelayan lokal meningkat.

"Persoalan seperti ini sudah berulang kali dibahas namun karena dibalik perusahan ini diduga terdapat orang kuat sehingga tetap berjalan. Saya sudah pernah diancam namun saya tidak gentar," katanya.

Ganef Wurgiyanto berharap, kasus ini menjadi perhatian serius pemerintah pusat untuk tidak mengizinkan perusahan yang menggunakan alat seperti itu beroperasi di wilayah perairan NTT.

"Kita juga berharap agar ada pengalihan wewenang kepada pemerintah daerah ini untuk menerbitan izin kepada perusahan ikan yang mencari ikan di perairan NTT, sehingga kasus seperti ini dapat diawasi," tegasnya.

Menurut dia, nelayan-nelayan di NTT dalam melakukan aktifitas penangkapan ikan hanya menggunakan cakalang dengan hasil tangkapan sebanyak 1-2 ton/hari karena alat yang digunakan sangat ramah lingkungan.