Iklim NTT Cocok Kembangkan Padi SRI

id Rafael

 Iklim NTT Cocok Kembangkan Padi SRI

Pengamat Pertanian Dr Ir Leta Rafael Levis,

Selain cocok dengan iklim, penanaman padi menggunakan teknik SRI juga mampu meningkatkan hasil panen hingga 100 persen dari bibit padi yang biasa digunakan dengan kebutuhan air yang lebih sedikit,"
Kupang,  (AntaraNTT) - Pengamat Pertanian Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Ir Leta Rafael Levis, mengatakan iklim NTT Semi Arit yang belakangan cenderung panas sangat cocok untuk penanaman padi menggunakan teknik SRI (System of Rice Intensification).

Selain cocok dengan iklim, penanaman padi menggunakan teknik SRI juga mampu meningkatkan hasil panen hingga 100 persen dari bibit padi yang biasa digunakan dengan kebutuhan air yang lebih sedikit," katanya di Kupang, Sabtu (21/10).

Dosen pada Fakultas Pertanian Undana Kupang itu mengatakan hal tersebut menanggapi kegiatan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dan FTP UGM membuat demplot SRI di Desa Tarus dan Desa Baumata Kabupaen Kupang--NTT sejak 2016.

Sekretaris Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian UGM Murtiningrum sebelumnya mengatakan bahwa SRI merupakan metode berkelanjutan untuk pertumbuhan tanaman dengan menggunakan bibit berumur muda, yaitu tujuh hari setelah pembenihan, dengan jarak tanam lebar sekitar 30 cm, menggunakan pupuk oraganik, dengan irigasi terputus-putus, dan beberapa penyiangan.

Sri dibutuhkan dalam penanaman padi dengan sistem SRI ini adalah ketelatenan petani agar air tidak kering dan juga tidak terlalu basah.

Jika diberi perlakuan secara intensif, menurut dia, satu hektare sawah dapat menghasilkan 10 hingga 12 ton.

Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif ICCTF Tonny Wagey mengatakan bahwa metode SRI yang sudah diadopsi Indonesia pada tahun 2002 merupakan salah satu inovasi untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat sekaligus mengantipasi perubahan iklim.

Selain padi dengan teknik SRI ini, menurut Leta Levis, benih padi gogo juga cocok dikembangkan petani Nusa Tenggara Timur karena tahan terhadap kekeringan dan serangan hama.

"Ada dua tipe padi yaitu padi kering (gogo) yang biasanya ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan," katanya.

Ia mengatakan varietas padi gogo lokal yang berasal dari Kalimantan itu banyak diminati oleh petani NTT karena daya adaptifnya yang baik antara lain varietas Buyung, Cantik, Katumping, Sabai dan Sasak Jalan.

Demikian pula katanya di Sumatera varietas lokal seperti Arias, Simaritik, Napa, Jangkong, Klemas, Gando, Seratus Malam.

Varietas-varietas lokal umumnya selain berumur panjang, potensi hasilnya rendah sekitar dua ton GKG/ha. Namun kelebihannya varietas lokal mempunyai rasa enak yang sesuai dengan etnis daerah setempat.

Varietas unggul padi gogo telah dilepas sejak 1960-1994. Varietas Danau Atas, Danau Tempe dan Laut Tawar merupakan varietas yang cocok dibudidayakan pada lahan podsolik merah kuning.

Termasuk katanya varietas Gajah Mungkur dan Kalimutu yang dilepas tahun 1994 cocok dikembangkan pada lahan-lahan kering yang tersebar di kawasan Nusa Tenggara.

Selain itu, katanya varietas lokal toleran terhadap keadaan lahan yang marjinal, termasuk terhadap beberapa jenis hama dan penyakit, memerlukan masukan (pupuk dan pestisida) yang rendah, serta pemeliharaan mudah dan sederhana.

Saat ini kata dia Pemerintah NTT terus mendorong upaya penangkaran dan pengadaan benih seperti padi gogo bagi sekitar 64 persen lebih masyarakat NTT yang berprofesi sebagai petani karena daerah ini masuk sebagai daerah rawan kekeringan secara nasional.

Ia mengatakan varietas padi gogo sangat toleran terhadap kekeringan sehingga dapat diterima oleh petani yang memang secara agroklimat berada pada wilayah dengan bulanbasah kurang dari 6 bulan.