Korban Gempa Masih Bertahan di Pengungsian

id korban

Korban Gempa Masih Bertahan di Pengungsian

Pengungsi gempa di Lembata masih bertahan di kamp-kamp pengungsian, karena trauma dan takut pulang rumah.(Foto Humas Pemda Lembata)

"Sampai dengan saat ini jumlah pengungsi mencapai 711 jiwa yang ditampung pada sejumlah kamp pengungsian yang disiapkan pemerintah," kata Thomas Ola Langoday.
Kupang (Antara NTT) - Ratusan korban gempa dari Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur masih bertahan di kamp-kamp pengungsian, karena trauma dan takut kembali ke rumah masing-masing..

"Sampai dengan saat ini jumlah pengungsi mencapai 711 jiwa yang ditampung pada sejumlah kamp pengungsian yang disiapkan pemerintah," kata Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday ketika dihubungi Antara dari Kupang, Selasa.

Ia mengatakan jumlah pengungsi tersebut umumnya berasal dari Desa Lamawara, Lamagute dan Waimatan. "Ketiga desa ini lebih merasakan dampak gempanya sehingga masih trauma dan takut kembali ke rumah," tambahnya.

Jumlah pengungsi dari Desa Lamawara tercatat 84 jiwa, Desa Lamagute sebanyak 371 jiwa, dan Desa Waimatan sekitar 276 jiwa.

"Mereka masih menunggu waktu yang tepat untuk kembali ke rumahnya masing-masing serta proses relokasi ke daerah lain yang dinilai lebih aman," kata Langoday.

Ia mengatakan pemerintah telah menyarankan kepada warga ketiga desa itu untuk segera kosongkan kampung halamannya, karena letaknya sangat berbahaya jika terjadi guncangan gempa.

"Ketiga desa itu berada persis di bawah lereng Gunung Api (Ile Ape) Lewotolok, sehingga menjadi sasaran tembak bebatuan jika terjadi longsor akibat gempa," katanya.

Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa yang tengah berada di Lembata saat ini mengatakan bahwa ia telah mengunjungi korban gempa yang masih berada di kamp-kamp pengungsian.

"Mereka masih takut kembali ke rumahnya masing-masing, apalagi rumah mereka depannya berhadapan dengan laut dan belakangnya berhadapan dengan bukit bebatuan, sehingga jika terjadi gempa maka rumah mereka menjadi sasaran siraman bebatuan," katanya.

Menurut petugas Vulkanologi dan Mitigasi, tiga kampung tersebut sudah tidak layak dihuni, karena tata letaknya sangat berbahaya.

Atas dasar itu, kata Langoday, Pemerintah memandang penting untuk merelokasi mereka, namun masih terbentur pada lahan.