Pengembang Kecil Masih Terus Dipersulit

id Pengembang

Pengembang Kecil Masih Terus Dipersulit

Bobby Pitoby

Pengembang kecil di daerah ini masih terus dipersulit untuk memperoleh izin kelola lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL) saat hendak membangun perumahan
Kupang (Antara NTT) - Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Nusa Tenggara Timur Bobby Pitoby mengungkapkan pengembang kecil di daerah ini masih terus dipersulit untuk memperoleh izin kelola lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL) saat hendak membangun perumahan.

"Kesulitan ini menjadi salah satu kendala yang dihadapi rekan-rekan pengembang kecil untuk mempercepat target pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di wilayah provinsi berbasis kepulauan ini," kata Bobby Pitoby di Kupang, Sabtu.

Ia menjelaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.64 Tahun 2016 sudah diatur bahwa pengembang atau developer yang membangun dengan luas lokasi di bawah lima hektare tidak ada lagi UKL-UPL, melainkan hanya dibutuhkan surat pernyataan.

"Tapi kita di daerah masih tetap diminta UPL-UKL, meski usaha lokasi di bawah lima hektare. Ini merupakan salah satu penghambat terbesar yang dihadapi para pengembang kecil di daerah ini," katanya.

Bobby menyebut, sejumlah kebijakan pemerintah pusat dalam mendukung pembangunan rumah melalui program sejuta rumah itu sudah diatur dalam PP No.64 Tahun 2016, Instruksi Presiden No.5 Tahun 2016, Kebijakan Ekonomi ke-13 Tahun 2017 dan Permendagri No.5 Tahun 2017.

Berbagai aturan tersebut telah menegaskan adanya penyederhanaan perizinan, peninjauan kembali Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan juga mempermudah masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah.

Namun, dia sangat menyayangkan dengan berbagai regulasi tersebut, karena berbagai kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan pemerintah pusat itu belum ada satu pun yang diterapkan di Nusa Tenggara Timur.

"Kondisi inilah yang dialami para developer kecil yang sebenarnya membutuhkan banyak dukungan dari pemerintah daerah karena perumahan yang dibangun tersebut untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat setempat," katanya.

Bobby mengakui masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di daerah setempat masih kesulitan mendapatkan rumah karena besarnya biaya pajak BPHTB mencapai Rp4 juta selain di luar pembayaran uang muka Rp 1,5 juta.

Untuk itu, REI NTT tengah memperjuangan agar BPHTP dapat ditinjau kembali oleh pemerintah daerah agar dapat meringankan masyarakatnya dalam mendapatkan rumah yang layak dihuni.

"Kami sudah menyurati pemerintah daerah, baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi agar dapat meninjau kembali besarnya biaya pajak BPHTB agar program sejuta rumah ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat berpenghasilan rendah di daerah ini," katanya.