Perairan Sumba-Flores Rawan "Destructive Fishing"

id rawan

Perairan Sumba-Flores Rawan "Destructive Fishing"

Salah satu bentuk destructive fishing yang dilakukan nelayan di wilayah perairan Sumba, NTT

"Perairan di sekitar Pulau Sumba dan Flores merupakan wilayah yang teridentifikasi lebih marak adanya destructive fishing yang lakukan oknum nelayan lokal maupun dari luar," kata Wahid Wham Nurdin.
Kupang (Antara NTT) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Nusa Tenggara Timur mengidentifikasi wilayah perairan di Pulau Sumba dan Pulau Flores rawan terhadap praktik destructive fishing dengan pengeboman maupun pengracunan ikan.

"Perairan di sekitar Pulau Sumba dan Flores merupakan wilayah yang teridentifikasi lebih marak adanya destructive fishing yang lakukan oknum nelayan lokal maupun dari luar," kata Sekretaris HNSI NTT Wahid Wham Nurdin saat dihuhungi Antara di Kupang, Kamis.

Wham Nurdin yang juga nelayan yang berbasis di TPI Tenau Kupang itu mengatakan, dalam berbagai kesempatan HNSI telah mendapat informasi berupa keluhan nelayan lokal terkait adanya praktik pengeboman dan peracunan ikan (potasium) di dua wilayah perairan tersebut.

Bahkan, katanya, nelayan lokal yang selama ini melakukan penangkapan ikan dengan alat tangkap yang ramah lingkunhan mengaku sudah merasa terancam dengan kehadiran oknum-oknum nelayan yang melakukan praktik destructive fishing.

"Informasi yang diketahui bahkan ketika nelayan lokal menegur oknum nelayan itu, justeru nelayan kita diancam balik akan dibom, oknum-oknum nelayan itu dari lokal dan banyak pula dari luar NTT," katanya.

Atas kondisi memprihatinkan itu, ia meminta agar pengawasan yang dilakukan dengan kapal patroli baik dari Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) maupun Polisi Perairan perlu ditingkatkan di wilayah yang teridentifikasi rawat tersebut.

Ia mengatakan, pihak HNSI juga terusan melakukan upaya pencegahan praktik destructive fishing melalui pemberitahuan langsung kepada nelayan dalam setiap keaempatan maupun lewat sosialisasi.

Wham Nurdin menjelaskan, pihaknya juga tergabung dalam tim anti destructive fishing bersama unsur terkait seperti PSDKP, Dinas Kelautan dan Perikanan, Balai Konservasi, World Wide Fund for Nature (WWF) untuk melakukan sosialisasi dan pemberdayaan.

Sosialisasi itu, katanya, dilakukan menyebar di semua wilayah NTT terutam difokuskan pada desa-desa nelayan yang berada di sekitar perairan yang rawan adanya praktik destructive fishing.

"Dalam tim ini ada sekitar 40 orang melibatkan semua unsur, kami juga sudah lakukan sosialisasi menyeluruh beberapa waktu sebelumnya dan ke depan akan dilakukan secara terjadwal," katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan selain dengan sosialisasi dan pengawasan, upaya mengurangi praktik destructive fishing perlu didukungan dengan penyaluran bantuan alat tangkap ramah lingkungan dari pemerintah pusat maupun daerah.

Bantuan alat tangkap, menurutnya, merupakan bagian pendekatan yang baik agar nelayan bisa beralih menggunakan alat tangkap ramah lingkungan seperti dengan pancing ulur, gill net, dan lainnya.

"Untuk itu kami berharap alokasi bantuan terus bertambah setiap tahu meskipun bertahap hingga semua nelayan di NTT bisa mendapatkannya terutama di daerah rawan praktik penangkan ikan secara ilegal," katanya.