PDIP terbelah hadapi pilkada 2018

id Bataona

PDIP terbelah hadapi pilkada 2018

Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Bataona, MA (Foto ANTARA NTT)

PDI Perjuangan akan mengalami kesulitan dalam menghadapi pilkada serentak pada 2018 di Nusa Tenggara Timur, karena internal partainya sudah terbelah.
Kupang (Antaranews NTT) - Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Bataona MA menilai PDI Perjuangan akan mengalami kesulitan dalam menghadapi pilkada serentak pada 2018 di Nusa Tenggara Timur, karena internal partainya sudah terbelah.

"Saya melihat PDIP sepertinya sedang melawan dirinya sendiri sehingga akan menjadi sebuah pertaruhan yang sulit, sebab, melawan musuh dari luar itu seribu kali lebih mudah daripada melawan musuh dari dalam partai," katanya dalam percakapannya dengan Antara di Kupang, Jumat.

Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan bergolakan di internal PDI Perjuangan pascapenetapan Marianus Sae sebagai calon Gubernur NTT dan dampaknya terhadap pilkada 10 kabupaten di provinsi berbasis kepulauan itu pada 2018.

Menurut dia, reaksi kader partai tentu banyak sekali walaupun hanya sedikit yang mencuat ke publik. Ini tentu akan mengganggu kerja politik PDIP dalam menghadapi pilkada serentak pada 2018.

"Menurut saya, reaksi yang paling menarik itu datang dari Kristo Blasin, salah seorang pengurus partai di DPD PDI Perjuangan NTT, serta gerbongnya Raymundus Fernandes di Kabupaten Timor Tengah Utara yang mulai menyerahkan kembali kartu tanda anggota dan simbol partai," katanya.

Ia mengatakan jika semua anggota serta simpatisan PDI Perjuangan di Timor Tengah Utara sampai bertindak demikian, maka hal itu menjadi pertanda buruk bagi PDIP dalam menghadapi Pilkada 2018 di NTT.

Reaksi yang sangat menarik juga datang dari kader di DPC PDIP Ngada. Mereka ini yang paling ditunggu reaksinya karena belum lama ini, mereka adalah lawan paling getol dalam pertarungan sengit melawan Marianus Sae di Pilkada 2017 silam.

"Apakah mereka akan bermain politik klandestein melawan Marianus Sae secara terang-terangan atau melakukan gerakan politik bawah tanah terhadap Bupati Ngada itu? Ataukah mereka justru berbalik dan menjadi paling solid mendukung Marianus Sae?" katanya dalam nada tanya.

Bisa saja, kata Bataona, mereka akan menyatakan dukungannya kepada Marianus Sae, namun secara diam-diam akan mendukung paket lain dalam pemilu Gubernur-Wakil Gubernur NTT pada 2018.

Ia melihat saat ini sedang berlangsung pertarungan besar tiga kubu di internal PDIP, di mana elit PDIP di Jakrta berhadapan dengan DPD I yang gerbongnya tidak terakomodir, lalu gerbong DPC di semua kabupaten kota yang terbelah karena ada yang cantolannya adalah ke DPD I dan ada yang ke DPP di Jakarta.

"Fenomena ini menurut saya, berpotensi mencabik PDIP dari dalam. Apalagi dalam politik, kebencian bersama terhadap satu pihak, bisa menjadi dasar persahabatan bagi suatu kelompok," katanya.

Mereka yang sama-sama tidak puas dengan keputusan DPP PDI Perjuangan, mungkin saja bersatu dan tidak bekerja keras selama Pilgub dan Pilkada di 10 kabupaten.

Karena itu, kata Bataona, hal paling penting yang harus dilakukan PDIP di daerah adalah memaksimalkan personal branding figur yang diajukan sehingga tidak terpengaruh oleh gonjang ganjing di level provinsi