DPD-RI pertanyakan kebijakan impor beras

id Medah

DPD-RI pertanyakan kebijakan impor beras

Anggota DPD-RI dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur Ibrahim Agustinus Medah. (Foto ANTARA)

Anggota DPD-RI asal daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur Ibrahim Agustinus Medah mempertanyakan kebijakan pemerintah melakukan impor beras dalam jumlah banyak.
Kupang (Antaranews NTT) - Anggota DPD-RI asal daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur Ibrahim Agustinus Medah mempertanyakan kebijakan pemerintah melakukan impor beras dalam jumlah banyak.

"Kebijakan impor beras dalam jumlah besar yang mencapai 500.000 ton itu penuh tanda tanya, karena indikator yang digunakan pemerintah untuk melakukan impor hanya semata lantaran adanya gejolak harga beras di pasaran," katanya di Kupang, Jumat.

Dia mengemukakan hal itu terkait dengan kebijakan pemerintah melakukan impor beras 500.000 ton yang diperkirakan mulai masuk Indonesia pada Februari 2018.

Mantan Bupati Kupang dua periode itu mengatakan semestinya pemerintah tidak menggunakan indikator harga beras di pasar untuk melakukan impor beras.

Pemerintah, kata dia, seharusnya mengamati secara baik apa yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga beras di pasaran, sebelum mengambil kebijakan impor.

"Kita hanya menggunakan indikator harga beras di pasar naik lalu kita impor, tetapi kita belum mengamati secara baik mengapa terjadi kenaikan harga di pasar," kata mantan Ketua DPRD NTT itu. Menurut Medah, kenaikan harga di pasar itu fluktuatif dan sesuai kondisi seperti hujan atau kondisi transportasi.

"Pada musim hujan seperti ini, transportasi mengalami gangguan sehingga pasokan ke pasar mengalami defisit dan pasti berpengaruh terhadap harga pasar. Tetapi tanpa melihat indikator lain, kita lalu mengambil kesimpulan untuk impor," katanya.

Dia menambahkan beras yang diimpor pemerintah juga adalah beras jenis premium, padahal rakyat Indonesia masih banyak yang miskin, yang tentunya sebagian besar dari rakyat tidak mengonsumsi beras premium. "Jadi kalau sekarang pemerintah mengimpor beras jenis premium, sebenarnya untuk kebutuhan siapa," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, kebijakan impor beras ini tetap menjadi tanda tanya karena indikator yang digunakan pemerintah hanya karena adanya gejolak harga di pasar, tanpa melihat faktor lain seperti cuaca dan stok beras di daerah.