Kemendikbudristek apresiasi Lembaga INOVASI kembangkan buku nonteks pelajaran

id NTT,INOVASI,buku tidak layak

Kemendikbudristek apresiasi Lembaga INOVASI kembangkan buku nonteks pelajaran

Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbudristek Supriyatno membuka kegiatan bengkel penulisan dan penerjemahan berbagai cerita dan karya dalam dwibahasa yang dilaksanakan INOVASI untuk pembangunan sektor pendidikan di Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kamis (18/11/2021). (ANTARA/Benny Jahang)

...Lebih dari 50 persen buku-buku bacaan tidak memenuhi syarat, sehingga para penulis dan penerjemah untuk memperhatikan secara serius legalitas hasil karya
Kupang (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengapresiasi Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Lembaga Inovasi Untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) karena mengembangkan buku-buku nonteks pelajaran guna meningkatkan kualitas pendidikan di Pulau Sumba.

"Kami berharap upaya INOVASI dan Kantor Bahasa NTT untuk menerbitkan buku-buku nonteks pelajaran terus dikembangkan sehingga pembangunan sektor pendidikan di NTT semakin berkualitas," kata Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbudristek Supriyatno saat membuka kegiatan bengkel penulisan dan penerjemahan berbagai cerita dan karya dalam dwibahasa yang dilaksanakan INOVASI secara daring dipantau di Kupang, Kamis, (18/11).

Ia menegaskan buku nonteks pelajaran yang sedang dikembangkan Kantor Bahasa NTT dan INOVASI dalam mendukung pembangunan sektor pendidikan di NTT merupakan suatu terobosan yang dapat menunjang pembangunan sektor pendidikan.

Menurut dia, langkah Kantor Bahasa NTT bersama INOVASI yang melakukan penerjemahan cerita-cerita rakyat ke dalam bahasa Indonesia  membantu menyiapkan bahan bacaan yang berkualitas bagi siswa-siswa Sekolah Dasar di NTT.

"Kami berharap dalam penerbitan buku-buku bacaan untuk memperhatikan secara baik terhadap penulisan serta gambar sehingga buku-buku yang dibaca para siswa merupakan buku layak baca," katanya.

Berdasarkan data Pusat Kurikulum dan Perbukuan pada 2019 terdapat 3.900 buku yang diajukan untuk nilai namun ternyata yang memenuhi syarat hanya 1.240 buku.

"Hanya 32 persen lebih buku bacaan yang layak untuk dibaca untuk mendukung pembangunan sektor pendidikan, sedangkan sisanya belum memenuhi syarat," katanya.

Ketidaklayakan buku-buku itu, kata dia, karena pada umumnya terkendala legalitas.

"Lebih dari 50 persen buku-buku bacaan itu tidak memenuhi syarat, sehingga kami berharap para penulis dan penerjemah buku bacaan untuk memperhatikan secara serius terhadap legalitas hasil karya, seperti foto, teks, infografis karena erat kaitannya dengan hak cipta," kata Supriyatno.

Ia juga mengatakan penggunaan bahasa dalam buku bacaan juga harus mudah dipahami para siswa/siswi serta jauh dari konten kekerasan maupun pornografi.

Dia menambahkan pada 2020 buku-buku yang diajukan untuk dinilai Pusat Kurikulum dan Perbukuan masih menemukan ketidaklayakan, seperti terjadi pada 2019.

Baca juga: Kemenkumham raih Top 45 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2021

Baca juga: Kemendagri ingatkan kepala daerah laporkan inovasi