Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat melontarkan sindirian mengenai tingginya komisi (fee) yang dipungut perbankan sebagai lembaga persepsi untuk setoran penerimaan negara, dibanding komisi yang diminta perusahaan finansial berbasis teknologi (fintech).

Dalam sambutannya saat meluncurkan Modul Penerimaan Negara Generasi Tiga (MPN G3) di Jakarta, Jumat, Bendahara Negara itu menegaskan akan menekan perbankan agar mau menurunkan tarif komisinya.

"Sekarang ada Bukalapak, Tokopedia. Itu mereka jadi mitra kami. Saya senang tadi dibisiki sama 'Fintech' bahwa komisinya lebih kecil daripada bank. Nah saya akan tekan bank," ujar Sri Mulyani.

Sayangnya, Sri Mulyani tidak merinci perbandingan tarif komisi yang diminta perbankan dan "Fintech" dalam mengelola setoran penerimaan negara tersebut.

"Menteri Keuangan memang begitu. Kalau bisa menawar, menawar terus Jadi ini akan memberikan tekanan ke perbankan bahwa 'hei teknologi sudah datang, kalian harus turunkan biaya'," ujar Ani, sapaan akrabnya.

Dalam Modul Penerimaan Negara Generasi Tiga (MPN G3) atau sebuah portal elektronik baru untuk menerima semua setoran penerimaan negara, Kementerian Keuangan memang melibatkan lembaga persepsi baru dari industri "Fintech" yakni Bukalapak, Tokopedia, dan PT Finnet Indonesia. Sebelumya otoritas fiskal lebih banyak menggandeng bank umum untuk mengelola penerimaan negara.

Meskipun melibatkan "Fintech" yang tergolong industri baru dibanding perbankan, Sri Mulyani meminta Bukalapak, Tokopedia, dan PT Finnet Indonesia untuk meningkatkan kapasitasnya dalam segi keamanan dan layanan Teknologi Informatika.

"Ketika bayar, penerima pajak langsung dapat pesan elektronik dan SMS. Itu lebih bagus, aman, dan tidak akan hilang kertasnya. Maka itu, sekarang kalau ada pesan elektronik dan SMS dari Kementerian Keuangan, jangan dihapus. Itu bukti atau tagihannya," ujar dia.

Dengan bergabungnya "Fintech" di MPN G3 ini, setoran penerimaan negara dapat melalui layanan dompet elektronik, transfer bank, rekening virtual (virtual account), dan kartu kredit yang dilaksanakan oleh agen penerimaan lembaga persepsi lainnya seperti pusat niaga daring (e-commerce), penjual ritel, dan perusahaan finansial berbasis teknologi (fintech).

Modul Penerimaan Negara Generasi Ketiga (MPN G3) ini memiliki kemampuan menerima setoran penerimaan negara hingga 1.000 transaksi per detik atau meningkat signifikan dari modul sebelumnya yakni MPN G2 yang hanya 60 transaksi per detik.

Sebagai gambaran, dengan MPN G3 ini, setiap penyetor penerimaan negara dapat mengakses satu portal penerimaan negara (single sign-on) agar bisa mendapatkan kode billing untuk seluruh jenis penerimaan negara. Kemudian kode biling itu menjadi akun untuk menyetor penerimaan negara.

"Ini adalah sebuah kemudahan bagi penyetor dibandingkan harus mengakses portal yang berbeda untuk jenis penerimaan negara yang berbeda. Modernisasi sistem penerimaan negara dan pengelolaan APBN ini harus dilakukan," ujar Sri Mulyani

Modernisasi APBN ini, ujar Sri Mulyani, dilakukan untuk meningkatkan kolektibilitas penerimaan negara, memudahkan penyetor untuk memenuhi kewajibannya, dan mengadaptasi perubahan teknologi informasi.

MPN merupakan salah satu sistem utama di Kemenkeu. Pada 2018, dari Rp2.064 triliun penerimaan negara, Rp1.904 triliun disetor melalui MPN, atau sekitar 92 persen.

Sisanya berasal dari potongan Surat Perintah Membayar dan setoran langsung ke rekening kas negara. MPN juga memproses 95,1 juta transaksi yang meliputi 94,9 juta transaksi dan 174 ribu transaksi dalam dolar Amerika Serikat. Hingga 15 Agustus 2019, MPN telah memproses setoran penerimaan negara sebanyak 58,3 juta transaksi pada sebanyak 83 bank/pos persepsi mitra MPN.

 

Baca juga: Menkeu berharap penurunan bunga acuan segera pulihkan investasi
Baca juga: Menkeu berharap perbankan kreatif dan inovatif
Baca juga: Menkeu : perbankan jangan minta biaya transaksi berlebihan


 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019