Jadi sebenarnya ini persoalan kordinasi yang keliru tapi masyarakat yang dihukum. Seharusnya Dirjen memahami bahwa Pj Wali Kota hanya menjalankan perintah atasan dan sudah sesuai dengan prosedur. Tidak boleh menghukum masyarakat dalam bentuk pemutusa
Makassar (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Dr Armin Arsyad mengharapkan persoalan pemutusan sistem jaringan layanan administrasi kependudukan di Makassar segara diselesaikan sebab akan merugikan warga Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

"Jangan menghukum masyarakat dalam bentuk pemutusan online (Daring). Kalau itu yang terjadi, bukan hanya Pemkot Makassar yang dihukum, tapi rakyat kota Makassar juga kena. Sebab, mereka membutuhkan layanan Capil," ujar Armin saat dihubungi wartawan, Senin.

Menurut dia, pemutusan jaringan atas kebijakan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh dinilai keliru, sebab yang dirugikan masyarakat. Sebaiknya itu diselesaikan sesegera mungkin.

Didalam Undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, disebutkan bahwa negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima, dalam memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif.

Baca juga: KPK panggil Dirjen Dukcapil Zudan Arif terkait korupsi KTP-e

Baca juga: Polisi: Pembeli data pribadi dapat dijerat pidana


Dekan Fisip Unhas itu mengungkapkan jika dalam sistem kepemerintahan, tidak boleh pemerintah memutus hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik, tapi bagaimana melayani rakyat. Kendati ada masalah mutasi jabatan, seharusnya diselesaikan sesuai aturan bukan malah rakyat kena getahnya.

"Dalam keadaan bagaimana pun layanan kepada masyarakat harus terus berlangsung, dan kalau ada terjadi kesalahan teknis dalam tubuh pemerintahan atau birokrasi harus dibicarakan ke dalam dan diselesaikan sesuai dengan aturan dan mekanisme yang ditetapkan," kata Prof Armin.

Idealnya, kata dia, Dirjen Dukcapil melakukan koordinasi dengan Dirjen Otonomi Daerah (Otda) karena kedua lembaga itu bernaung dalam satu kementerian yaitu Kemendagri. Sehingga, keputusan yang direkomendasikan oleh Dirjen Otda pada prinsipnya disetujui Dirjen Dukcapil.

"Jadi sebenarnya ini persoalan kordinasi yang keliru tapi masyarakat yang dihukum. Seharusnya Dirjen memahami bahwa Pj Wali Kota hanya menjalankan perintah atasan dan sudah sesuai dengan prosedur. Tidak boleh menghukum masyarakat dalam bentuk pemutusan layanan online itu," ucapnya.

Bisa saja, lanjut, Armin, Dirjen Dukcapil menyurat ke Gubernur Sulsel atau menyurat ke Pj Wali Kota Makassar dengan tembusan Gubernur dan Dirjen Otda dengan bermohon posisi Kadis Dukcapil Makassar diisi dengan pejabat lama meski ada mutasi selanjutnya dilakukan perubahan.

"Kalau misalnya dia sangat dibutuhkan di situ, kenapa tidak. Sebab, masyarakat butuh pelayanan," ucap di kembali menyarankan

Apabila langkah itu yang ditempuh Dirjen Dukcapil, maka Pj Wali Kota Makassar akan tunduk dan patuh pada perintah atasan. Kendati demikian, tentu kesalahan pasti ada konsekuensi yang harus diterima kepada yang bersangkutan.

"Tentu Pj Wali Kota Makassar akan berkonsultasi pada Pak Gub, Dirjen Otoda, dan apa yang merupakan petunjuk dari atas. Kalau sudah berkoordinasi dengan baik maka dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan Protap yang telah ditetapkan kementerian terkait," katanya.

Sebelumnya, Pj Wali Kota Makassar M Iqbal Samad Suhaeb mengakui adanya kesalahan mutasi dengan mengembalikan jabatan Nielma Palamba sebagai Kadis Dukcapil Makassar. Padahal, jabatan sebelumnya sudah diduduki Aryati Puspa Abady, sehingga terdapat dua pimpinan.

Akibat pemutusan jaringan itu, layanan di kantor Dukcapil Makassar sempat lumpuh karena server Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) tidak bisa diakses, membuat layanan pengurusan KTP-el, KK, dan Akte Kelahiran menjadi terhenti sementara di 15 kecamatan. Hingga saat ini warga Makasar masih menunggu kapan pengurusan administrasi normal kembali.*

Baca juga: Dirjen: pekerjakan pegawai berintegritas cegah jual beli data

Baca juga: Polisi: Data NIK diperjualbelikan bukan dari Dukcapil

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019