Pengesahan undang-undang ini menjadi karpet merah kepada korporasi ketimbang petani. Hal ini terlihat dari nuansa perlindungan yang diberikan dari undang-undang tersebut
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia for Global Justice (IGJ) menyoroti permasalahan Undang-Undang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan yang dinilai bakal memudahkan masuknya benih rekayasa genetika yang dihasilkan korporasi multinasional.

"Pengesahan undang-undang ini menjadi karpet merah kepada korporasi ketimbang petani. Hal ini terlihat dari nuansa perlindungan yang diberikan dari undang-undang tersebut," kata peneliti IGJ, Rahmat Maulana Sidik di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Koalisi LSM tolak pengesahan RUU Budidaya Pertanian Berkelanjutan

Menurut Rahmat Maulana Sidik, pengesahan Undang-undang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan (SBPB) mengancam kedaulatan petani dalam hal mengembangkan benih lokal.

Hal itu, ujar dia, dapat dilihat dari aturan dalam UU tersebut yang memberikan peluang masuknya benih rekayasa genetik dari korporasi benih multinasional.

Dengan masuknya benih korporasi maka akan mengancam kedaulatan petani atas benih, dan membuat petani ketergantungan terhadap benih korporasi. "Bahkan, benih hasil rekayasa genetika dapat menyebabkan erosi keanekaragaman hayati," katanya.

Baca juga: Balai Karantina Surabaya musnahkan benih berbahaya dari luar

Selain itu, ia juga menyoroti ancaman sanksi pidana hingga lima tahun apabila petani tidak melaporkan segala aktivitas pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik kepada pemerintah pusat.

Padahal, lanjutnya, kegiatan pencarian, pengumpulan, dan pemuliaan sumber daya genetika merupakan kegiatan yang telah dilakukan petani secara turun-temurun.

"Seharusnya, UU ini mengatur perlindungan petani, bukan mengkriminalisasi petani. Anehnya, UU ini memberikan peluang bagi korporasi benih, dan mengkerdilkan hak-hak petani dalam mengelola pertaniannya," kata Rahmat Maulana.

Baca juga: Peneliti Onsoed kembalikan pilihan penggunaan PRG kepada masyarakat

Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam sosialisasi UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, serta UU Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan yang digelar di Jakarta, Rabu (25/9), menyatakan bahwa berbagai regulasi tersebut merupakan bukti bahwa pemerintah berpihak kepada petani kecil.

Hal tersebut, lanjutnya, dapat dilihat dari pemerintah yang wajib meringankan beban petani kecil bila budidaya yang mereka lakukan mengalami gagal panen yang tidak ditanggung oleh asuransi pertanian.

Para petani kecil, dengan UU baru tersebut, juga bisa mendapatkan sarana budidaya pertanian untuk petani kecil seperti untuk berbagai program pengentasan kemiskinan, kedaulatan pangan, hingga subsidi pupuk.

Kementerian Pertanian juga menilai bahwa peraturan perundang-undangan tersebut bakal mendorong inovasi di tingkat petani sehingga bisa menghasilkan berbagai varietas baru yang lebih baik.

Baca juga: Kementan musnahkan benih hortikultura berbahaya asal India

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019