Untuk anak PMI yang ingin melanjutkan ke jenjang lebih tinggi yaitu SMP sederajat, maka akan disiapkan beasiswa di Indonesia
Sarawak (ANTARA) - Kepala Perwakilan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching, Yonny Tri Prayitno mendorong para pengusaha perkebunan kelapa sawit di Sarawak, Malaysia agar mendirikan sekolah bagi anak-anak pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di Negeri Jiran itu.

"Alhamdulillah walaupun belum semua, akan tetapi sudah ada beberapa perusahaan sawit yang telah menyiapkan gedung sekolah atau Community Learning Center (CLC) setingkat SD untuk anak-anak PMI dari yang bekerja di perusahaan yang ada di Sarawak tersebut," kata Yonny Tri Prayitno di Sarawak, Senin.

Baca juga: Perusahaan dukung "jemput bola" pelayanan paspor oleh KJRI-Kuching

Dimana ujarnya, hal tersebut sudah mulai terlihat mendapatkan respon positif dari pihak perusahaan. Saat ini belum semua perusahaan memiliki sekolah untuk anak pekerja. "Namun saat ini sudah ada 64 CLC di Seluruh Sarawak," ujarnya.

Menurutnya, ada beberapa kendala yang dihadapi CLC, salah satunya adalah proses perizinan. Dari 64 CLC yang ada, 16 diantaranya sudah memiliki izin. "CLC harus melalui proses pengajuan dan perlengkapan administrasi untuk bisa memperoleh izin yang diperlukan agar anak-anak dan guru mendapatkan permit (izin)," katanya.

Baca juga: Apjati dorong penyiapan pekerja migran terampil

Dengan adanya izin akan semakin mempermudah anak-anak untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Namun saat ini berdasarkan peraturan yang ada di Malaysia, pihak Indonesia hanya diperbolehkan mendirikan sekolah hingga tingkatan SD.

"Untuk anak PMI yang ingin melanjutkan ke jenjang lebih tinggi yaitu SMP sederajat, maka akan disiapkan beasiswa di Indonesia," katanya.

Baca juga: KJRI ubah pelayanan paspor mudahkan WNI saat Hong Kong memanas

Yonny kembali menambahkan bahwa KJRI juga tengah mendorong kerjasama dengan pemerintah daerah perbatasan untuk mendirikan sekolah berasrama di perbatasan. Hal itu diharapkan mempermudah orang tua untuk menjenguk anaknya, karena rata-rata pekerja migran enggan melepaskan anaknya untuk pergi jauh.

"Saat ini anak-anak yang ingin melanjutkan ke tingkat SMP bisa, namun tidak resmi. Ke depannya akan dicobakan untuk kerja sama dengan pihak pemerintah provinsi dan kementerian terkait untuk membangun sekolah di perbatasan yang memiliki asrama," katanya.

Pewarta: Andilala dan Slamet Ardiansyah
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019