Kami akan mencoba menginvestigasi kondisi meninggalnya para teman sejawat
Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan melakukan investigasi terkait meninggalnya sejumlah petugas medis dalam menangani pasien terpapar COVID-19 di Tanah Air.

"Kami akan mencoba menginvestigasi kondisi meninggalnya para teman sejawat," kata Wakil Ketua Umum PB IDI Mohammad Adib Khumaidi saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Baca juga: IDI: Momentum Hari Kesehatan Dunia terapkan one health lawan COVID-19

Investigasi tersebut akan memakan waktu karena membutuhkan data rinci terkait meninggalnya sejumlah tenaga medis dalam menangani pasien COVID-19.

Namun, berdasarkan data secara umum PB IDI terlebih dahulu akan mencoba mengkaji lebih lanjut sejumlah faktor di antaranya sumber daya manusia (SDM) yang berkaitan dengan usia, frekuensi pelayanan, dan penyakit penyerta tenaga medis.

"Penyakit penyerta ini cukup membuat atau memperberat kondisi penyakitnya sehingga susah sembuh dan akhirnya meninggal," kata Adib.

Baca juga: IDI ingin tenaga medis diberikan keleluasaan bergerak

Selain melakukan investigasi, IDI juga akan membuat regulasi internal yang diharapkan bisa digunakan pemerintah mengenai standarisasi SDM dan alat pelindung diri.

PB IDI telah menyampaikan kepada para tenaga medis yang masih melakukan praktik di poli pelayanan, Unit Gawat Darurat (UGD) dan klinik supaya mereka memakai APD standar tingkat dua.

"Standar tingkat dua itu meliputi google, masker N95 dan sarung tangan," ujarnya.

Menurut Adib, minimal berbagai peralatan standar tingkat dua itu harus digunakan oleh setiap tenaga medis dalam bekerja. Jika ada baju hazmat akan lebih baik lagi.

Baca juga: IDI bantah ancaman tenaga medis mogok karena tak ada APD

Kemudian tidak kalah penting ialah terkait standar fasilitas kesehatan yang digunakan oleh tenaga medis. Ke depan diharapkan ada regulasi yang membedakan fasilitas kesehatan saat bekerja.

"Artinya harus ada aturan yang dibuat untuk membedakan mana fasilitas kesehatan khusus menangani pasien COVID-19 dan bukan," ujarnya.

"Saat ini semuanya masih bercampur sehingga risiko untuk kontak antarpasien dengan pasien, masyarakat maupun pengunjung tinggi," kata dia.

Baca juga: 48 SMK di Jatim hasilkan 2.500 APD bantu penanganan COVID-19

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020