Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 71 korban meninggal akibat gempa berkekuatan 7,6 skala Richter yang mengguncang Provinsi Sumatra Barat (Sumbar), Rabu sore, dievakuasi ke Rumah Sakit Umum M Jamil Padang.

Berdasarkan data yang dihimpun ANTARA di lapangan, terdapat 71 korban menunggal dunia yang saat ini telah dievakuasi ke Rumah Sakit M Jamil Padang. Seorang anak yang belum diketahui identitasnya hingga saat ini ditemukan meninggal di Hotel Ambacang.

Saat ini Kota Padang diguyur hujan. Kondisi tersebut menyulitkan evakuasi korban yang sebagian besar diduga masih tertimbun reruntuhan gedung dan pertokoan.

Wali Kota Padang Fauzi Bahar telah menginstruksikan jajarannya untuk menggunakan alat berat guna mengevakuasi korban yang diduga masih banyak terjebak di dalam gedung dan pertokoan yang runtuh tersebut.

Hingga berita ini diturunkan, warga masih berada di luar rumah dan berteduh di teras maupun tempat terbuka karena takut terjadi gempa susulan.

Arus lalu lintas di ruas jalan Kalawi, Kecamatan Kuranji, mengalami kemacetan cukup parah. Sebagian warga mengungsi mencari tempat lebih tinggi karena khawatir akan terjadi tsunami.

Satu jembatan yang menghubungkan kampung Kalawi dengan perumahan lainnya, yang panjangnya sekitar 50 meter, runtuh akibat gempa tersebut. Hal ini memicu kemacetan di kawasan "bay pass" sebagai satu-satunya akses jalan yang tersisa ke kampung Kalawi tersebut.

Sementara itu di Rumah Sakit Daerah Sungai Sapih pasien dirawat di luar gedung. Pihak rumah sakit pun mengeluhkan kurangnya bantuan tenda darurat, akibatnya sebagian dari pasien yang kini berada di teras maupun tenda-tenda darurat terkena guyuran hujan.

Di Pariaman, yang berjarak sekitar 60 Km dari Padang banyak rumah yang roboh rata dengan tanah akibat gempa 7,6 SR itu. "Dari empat rumah keluarga besar kami dua di antaranya roboh rata dengan tanah," kata Asmanidar (40 tahun).

Guru salah satu SMP Negeri di Kabupaten Padang Pariman itu mengatakan, seusai gempa penduduk setempat berkumpul di lapangan karena takut dengan gempa susulan.

"Kalaupun ada rumah penduduk yang tidak runtuh tetapi pemiliknya tidak berani kembali karena khawatir gempa sususlan," kata Asmanidar.

Linangan air mata penduduk mewarnai suasana duka masyarakat Pariaman karena derita mereka seakan bertabah saat hujan turun dan lampu listrik padam. Padahal mereka sedang berada di lapangan yang belum ada tendanya, kata Asmanidar.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009