Jakarta (ANTARA) - Destructive Fishing Watch (DFW) menginginkan aparat dapat mengusut tuntas penyebab kematian dari lima orang anak buah kapal (ABK) yang ditemukan di dalam kapal ikan KM Starindo Jaya Maju VI di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (17/9).

"Agar tidak menimbulkan spekulasi, polisi perlu melakukan penyelidikan secara tuntas dan mengungkap penyebab kematian tersebut, apakah karena sakit, kecelakaan kerja atau penyebab lain seperti kekerasan," kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan dalam siaran pers, Sabtu.

Menurut penelusuran DFW Indonesia, kapal KM Starindo Jaya Maju VI dimiliki oleh PT SJM dengan kapasitas 195 gross tonnage (GT) dengan alat tangkap pukat cincin dan melakukan operasi penangkapan ikan di Samudera Hindia.

Atas kematian ABK tersebut, DFW Indonesia meminta kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan agar memastikan bahwa semua ABK yang bekerja di kapal tersebut telah memiliki Perjanjian Kerja Laut (PKL) dan mengikuti program asuransi mandiri yang dibayarkan oleh perusahaan.

DFW melihat pada masa pandemi saat ini dan makin terbatasnya pekerjaan di perkotaan, maka menjadi ABK kapal ikan menjadi salah satu pilihan rasional.

"Dari keterangan polisi bahwa ada dugaan kapal tersebut kelebihan ABK mengindikasikan bahwa minat menjadi ABK saat ini cukup tinggi," kata Abdi.

Walaupun demikian, lanjutnya, perusahaan dan nakhoda perlu tetap memperhatikan dan menjamin aspek keselamatan dan kesehatan kerja para ABK itu.

Apalagi, ia mengingatkan bahwa pekerjaan di atas kapal ikan sangat beresiko tinggi sehingga ABK perlu mendapat perlindungan keselamatan dan kesehatan dalam bekerja.

Selain itu, ujar dia, otoritas pelabuhan juga perlu melaksanakan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 bagi awak kapal ikan dan aktivitas di pelabuhan perikanan.

Seperti diketahui bahwa untuk pencegahan COVID, KKP telah mengeluarkan SE Dirjen Perikanan Tangkap No 9295/DJPT/PI.2407 S4/V/2020."Dalam Surat Edaran itu disebutkan bahwa semua ABK wajib melakukan pengukuran suhu tubuh, dan bagi ABK yang memiliki suhu tubuh diatas 38'C serta ada gejala demam, pilek, batuk dan sesak napas maka tidak dibolehkan naik kapal ikan untuk bekerja" kata Abdi.

Sebagaimana diwartakan, Tim Forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur menyerahkan lima jasad anak buah kapal (ABK) yang ditemukan dalam lemari pendingin kepada masing-masing keluarga, Jumat (18/9) sore.

"Rencananya jenazah langsung dibawa pulang ke Pekalongan untuk dimakamkan," ujar keluarga dari almarhum Khairul, Alif, di Rumah Sakit Polri.

Alif mengatakan kronologi peristiwa tewasnya Khairul hingga kini belum menemukan titik terang. Alif juga tidak mengetahui secara pasti sudah berapa lama Khairul berprofesi sebagai ABK.

Kepala Forensik Rumah Sakit Polri Arif Wahyono mengatakan proses autopsi terhadap lima jenazah telah selesai dilakukan. "Yang jelas tidak ada luka penganiayaan. Setelah selesai seluruh proses autopsi, kita serahkan ke keluarga," katanya.

Kapolres Kepulauan Seribu AKBP Morry Edmond menemukan lima jenazah yang disimpan di dalam ruangan pendingin kapal penangkap ikan saat sedang berlayar di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu sekitar pukul 14.15 WIB. Polisi juga telah membawa KM Starindo Jaya maju VI ke dermaga Marina Ancol bersama nahkoda dan puluhan ABK untuk pemeriksaan lebih lanjut.



Baca juga: Polres Kepulauan Seribu temukan lima jenazah di kapal penangkap ikan

Baca juga: Polres Kepulauan Seribu identifikasi nama jenazah ABK Starindo Jaya

Baca juga: AICHR sebut kematian ABK bukti pelanggaran sistemik sektor maritim

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020