Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) komoditas ikan tuna, cakalang, dan tongkol merupakan hal yang mendesak untuk dibuat saat ini, sehingga perlu ada keterlibatan beragam pemangku kepentingan.

"Yang terpenting dalam RPP ini adalah kesepakatan antara pemerintah dan para pemangku kepentingan," kata Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Trian Yunanda di Jakarta, Rabu.

Menurut Trian Yunanda, pada saat ini ada tiga urgensi mengapa RPP untuk komoditas ikan tuna, cakalang, dan tongkol perlu untuk dibuat sebagai arah dan pedoman pengelolaan sumber daya ikan.

Ia memaparkan, ketiga urgensi tersebut adalah urgensi legal, urgensi operasional, serta urgensi kebijakan.

Baca juga: KKP ingin pengaturan pengelolaan ikan untungkan kepentingan Indonesia

Terkait urgensi legal, Trian menyatakan bahwa ada mandat dari UU No 45/2009 tentang Perikanan guna membuat rencana pengelolaan tersebut.

Kemudian, lanjutnya, untuk urgensi operasional adalah perlunya penyesuaian dan pemutakhiran substasi status sumber daya ikan tuna, cakalang dan tongkol.

Selain itu, ujar dia, penting pula untuk mengakomodasi perkembangan pemasaran hasil dan produk perikanan di antaranya terkait sertifikasi pihak ketiga untuk pemasaran.

Selanjutnya, masih menurut Trian, urgensi kebijakan sehingga dapat meningkatkan tingkat produksi, mempertahankan akses sumber daya ikan di laut lepas, serta mempertahankan akses pemasaran.

Baca juga: Edhy Prabowo lepas ekspor 2,22 ton tuna Maluku ke Jepang

Ia menekankan, berbagai aspek yang dituju dengan perumusan RPP itu adalah terwujudnya pengelolaan tuna dan cakalang dan eksosistemnya secara berkelanjutan, meningkatkan kepatuhan terhadap pelaksanaan peraturan perundangan penangkapan tuna dan cakalang, dan tangkapan, serta terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan pasar.

Sebelumnya, pengamat kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan untuk mengantisipasi terjadinya kembali kasus larangan produk ekspor perikanan, perlu peningkatan pengawasan hulu ke hilir.

"Pencegahan berulangnya kasus seperti ini bisa dilakukan secara bertingkat dari hulu ke hilir," kata Abdul Halim.

Menurut dia, yang perlu diperhatikan betul-betul pengawasannya antara lain mulai dari penanganan sampai dengan pengemasan ikan di tingkat perusahaan.

Kemudian, lanjutnya, pemeriksaan juga harus lebih ketat di level Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan (BKIPM), yang dinilai merupakan lembaga penting untuk disorot dalam permasalahan ini.

Sebagaimana diwartakan, BKIPM dinilai perlu untuk lebih banyak melakukan aktivitas inspeksi mendadak atau sidak kepada berbagai unit pengolahan ikan di berbagai daerah guna mengantisipasi kasus larangan ekspor.
 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020