Yang nyanyi dapat hasil, yang menciptakan malah tidak dapat hasil sehingga harus segera (didaftarkan, red.)
Solo (ANTARA) - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyusun peraturan menteri terkait dengan "performing right" atau hak eksklusif untuk menyiarkan, menampilkan, menayangkan, memutarkan komposisi atau lagu yang sudah dibuat kepada khalayak luas.

"Saat ini sedang digarap, yaitu tentang perusahaan harus menunjukkan bahwa telah membayar 'performing right' dari lagu yang dinyanyikan di festival atau dinyanyikan di karaoke. Jadi harus ada hak cipta untuk pembuat lagu, ini jadi PR (Pekerjaan Rumah) besar buat kami," kata Direktur Jenderal Industri Kreatif Musik, Seni Pertunjukan, dan Penerbitan Kemenparekraf Mohammad Amin pada sosialisasi pengaturan pemanfaatan hak cipta secara komersial di The Sunan Hotel Solo, Sabtu.

Ia mengatakan jika permasalahan hak kekayaan intelektual tersebut terselesaikan maka akan berdampak pada kesejahteraan seniman dalam hal ini pencipta lagu dan berdampak positif bagi negara dari sisi penerimaan pajak.

"Dalam hak kekayaan intelektual ini yang dapat hak cipta akan membayar pajak untuk negara. Yang pasti salah satu ciri dari ekonomi kreatif adalah adanya hak kekayaan intelektual," katanya.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Agustina Wilujeng Pramestuti berharap, melalui sosialisasi tersebut masyarakat makin paham pentingnya hak kekayaan intelektual.

Baca juga: Pemerintah siapkan PP soal HAKI jadi jaminan permodalan

Sosialisasi diikuti banyak warga Kabupaten Sragen, Jawa Tengah di mana di daerah tersebut memiliki banyak potensi seni yang layak untuk dikembangkan.

"Hak kekayaan intelektual seniman Sragen harus didaftarkan, kan 'nggak' gampang (menghasilkan karya, red.). Ada beberapa cara, salah satunya mengadvokasi mereka. Dalam hal ini kabupaten bisa buka upaya sosialisasi, birokrasi mengadvokasi proses pendaftaran hak kekayaan intelektual bahkan 'brand'," katanya.

Dengan dilibatkan masyarakat, katanya, juga akan makin meningkatkan pemahaman akan pentingnya menggunakan sosial media secara bijaksana, termasuk sanksi menyebarluaskan karya orang lain tanpa izin.

"Implikasinya ketika sudah didaftarkan, maka akan kena denda. Kalau hanya denda mungkin bisa dibayar, tapi kalai kena hukum, ini harus dipahami secara mendalam," katanya.

Selain itu, katanya, perlu diselenggarakan lokakarya agar orang paham sehingga bisa mendaftarkan hak cipta mereka.

"Di sini SDM perlu disiapkan agar membantu. Seperti batik itu, takutnya tiba-tiba diambil orang, makanya harus segera. Apalagi kan karya orang Sragen bagus-bagus, original, dan spesifik sehingga menarik. Harus segera didaftarkan," katanya.

Kepala Dinas Pariwisata dan Olah Raga Kabupaten Sragen I Yosef Wahyudi mengatakan saat ini pemerintah sedang mendata terkait dengan karya seni asli Sragen yang bisa didaftarkan sebagai hak kekayaan intelektual.

"Tahun depan kami akan fokus untuk dapat hak kekayaan intelektual. Potensinya banyak, seperti hak cipta untuk lagu-lagu Sragenan, seperti Congkel Sragen dan Tayub. Sejauh ini minat yang memanfaatkan justru banyak orang di luar Sragen, dinyanyikan di YouTube mereka (pencipta, red.) tidak dapat hasil dari situ. Yang nyanyi dapat hasil, yang menciptakan malah tidak dapat hasil sehingga harus segera (didaftarkan, red.)," katanya.

Baca juga: Kemenparekraf fasilitasi pelaku ekraf daftar hak kekayaan intelektual
Baca juga: Kemenparekraf susun program monetisasi Hak Kekayaan Intelektual

Pewarta: Aris Wasita
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020