Konsentrasi virus yang tinggi di lab tertutup dalam waktu lama bersama para pekerja menimbulkan kontraksi seperti itu,
Beijing (ANTARA) - China mendapati satu kasus positif COVID-19 pada penduduk lokal setelah dalam 31 hari terakhir tidak ditemukan kasus baru dari kalangan warga setempat.

Kasus tunggal tersebut menimpa seorang pekerja medis di bangsal karantina tertutup di rumah sakit di Provinsi Shaanxi pada hari Kamis (18/3). Pekerja tersebut sebelumnya mendapat suntikan vaksin COVID-19.

Hasil investigasi pendahuluan yang dikutip media resmi setempat menunjukkan bahwa petugas medis tersebut terpapar virus hingga menyebabkan infeksi.

Namun para ahli berkeyakinan kasus tersebut tidak akan menyebar luas seperti gelombang baru yang terjadi di Provnsi Hebei pada Januari lalu sehingga masyarakat diminta tidak perlu khawatir atas efektifitas vaksin COVID-19.

Baca juga: China Daratan laporkan 7 kasus baru COVID-19, sebelumnya 9 kasus
Baca juga: Melancong ke China kini harus dites usap anal untuk deteksi COVID-19


Menurut otoritas kesehatan di Provinsi Shaanxi, petugas kesehatan yang dinyatakan positif itu bertanggung jawab melakukan tes usap secara massal dan menelitinya di laboratorium Rumah Sakit No 8 Kota Xi'an.

Di rumah sakit tersebut terdapat delapan kasus impor dan lima kasus tanpa gejala yang sedang menjalani karantina.

Sebelum dipastikan positif, pekerja kesehatan itu bertugas di bangsal karantina rumah sakit sejak 4 Maret.

Pekerja itu sempat dites pada 11 Maret dan hasilnya negatif. Namun karena mengalami gejala sakit kepala, demam, dan scan paru-parunya menunjukkan adanya infeksi pada Rabu (17/3) yang dilanjutkan dengan tes lagi ternyata hasilnya positif.

Kasus itu menjadi perhatian warganet China karena terjadi pada petugas medis yang secara keseluruhan telah menerima vaksin COVID-19.

Deputi Direktur Fakultas Biologi Patogen pada Wuhan Unversity, Yang Zhanqiu, menanggapi kekhawatiran publik tersebut dengan mengatakan bahwa tidak ada vaksin di dunia ini yang dapat membasmi virus 100 persen.

"Konsentrasi virus yang tinggi di lab tertutup dalam waktu lama bersama para pekerja menimbulkan kontraksi seperti itu," ujarnya dikutip Global Times. 

Baca juga: 41 hari tanpa kasus COVID-19, Beijing hapus aturan tes usap
Baca juga: Paspor kesehatan versi China disambut hangat sejumlah negara

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021