London (ANTARA News) - Indonesia meyakini penyelesaian proses negosiasi instrumen hukum internasional yang mengikat bagi perlindungan sumber daya genetika, pengetahuan tradisional dan folklor (GRTKF) akan mengakhiri ketidakseimbangan sistem perlindungan HAKI global.

Hal itu ditegaskan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, pada sesi High Level Segment 48th Meeting of Assemblies of Member States World Intellectual Property Organization (WIPO) yang berlangsung di Jenewa, Swiss, ujar Sekretaris Pertama PTRI Jenewa, Kamapradipta Isnomo, dalam keterangan persnya yang diterima ANTARA London, Kamis.

Sebagai negara majemuk, Indonesia senantiasa memberikan perhatian penting terhadap perlindungan sumber daya genetika, pengetahuan tradisional dan folklor, atau dikenal dengan genetic resources, traditional knowledge, and folklore (GRTKF), dan mendorong pembentukan instrumen hukum yang mengikat bagi perlindungan GRTKF.

Menteri Hukum dan HAM menekankan perlindungan HKI dapat memberikan kontribusi nyata bagi kesuksesan pembangunan. Oleh karena itu, ia menekankan dimensi pembangunan harus diarusutamakan dalam segala aspek kegiatan WIPO.

"Indonesia memandang bahwa Development Agenda dalam kerangka WIPO sebagai isu krusial yang harus diperhatikan secara serius oleh WIPO dan pihak Sekretariat," ujar Patrialis Akbar.

Ekonomi berdasarkan pengetahuan (knowledge based economy) cukup penting bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat dalam era kompetisi perekonomian global saat ini. Namun jika digabung dengan sumber daya alam dan identitas budaya yang kokoh maka ekonomi berdasarkan sumber daya alam dan budaya dapat menjadi kunci bagi kesejahteraan ekonomi.

Di hadapan para delegasi dari 184 negara anggota WIPO, Patrialis Akbar memaparkan kebijakan dan pengalaman nasional Indonesia dalam sektor Hak Kekayaan Intelektual dalam upaya meningkatkan perekonomian Indonesia, sebagaimana ditekankan dalam RPJM 2020 ? 2025 yakni antara lain peningkatan kualitas SDM, penelitian dan pengembangan khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam mencapai tujuan ini, Pemerintah telah memprioritaskan 14 inudstri kreatif di bawah kerangka Indonesian Creative Economy Development Plan 2009 - 2015 yang diharapkan dapat memicu Pendapatan Domestik Bruto nasional dari 7,28 persen pada tahun 2008 hingga 8 persen tahun 2015.

Kebijakan nasional ini, ditopang oleh komitmen tinggi Pemerintah terbukti dari dibentuknya Komisi Inovasi Nasional yang dimandatkan untuk membantu Presiden RI dalam memperkuat sistem inovasi nasional serta membangun budaya inovasi nasional sementara pembentukan National Task Force for Tackling Intellectual Property Infringement yang dibentuk pada tahun 2006 berkaitan dengan penegakkan HKI senantiasa memainkan peran penting.

Pemerintah menjamin klausa perlindungan HKI dimasukkan dalam berbagai perjanjian bilateral Indonesia. "Segala upaya dan prakarsa ini mencerminkan betapa pentingnya isu inovasi bagi Pemerintah sebagai mesin pertumbuhan ekonomi serta peran penting HKI dalam kerjsama ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam kaitan ini, Indonesia menghargai bantuan WIPO," demikian Menteri Hukum dan HAM.

Di sela-sela persidangan WIPO, Wakil Tetap/Duta Besar Dian Triansyah Djani, menyampaikan pentingya mesin diplomasi Indonesia untuk terus mendorong dan merealisasikan instrumen internasional yang mengikat karena justru akan menguntungkan kepentingan seluruh anggota WIPO, baik negara maju maupun berkembang.

"Kami berharap seluruh negara anggota WIPO dapat bekerja dua kali lipat dalam menyelesaikan instrumen mengenai perlindungan GRTKF dalam Konperensi Diplomatik WIPO pada tahun 2011."

Dalam lawatan kerjanya di Jenewa, Menteri Hukum dan HAM penyempatkan diri untuk menghadiri acara tatap muka dengan masyarakat Indonesia bertempat di Perutusan Tetap RI untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya di Jenewa.

Pada kesempatan tersebut, Menteri Patrialis Akbar memberikan paparan umum terkait kebijakan Pemerintah terkait HKI serta pekembangan hukum dan perundangan-undangan di Indonesia.
(H-ZG/B012)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010