penyakit ini merupakan suatu kondisi dimana seseorang kehilangan kontak dengan kenyataan, tanda-tanda yang timbul halusinasi, delusi, bicara yang inkoheren, dan perilaku yang kacau.
Depok (ANTARA) - Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) FKUI bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Fasilkom UI) melalui Tokopedia-UI Artificial Intelligence Center of Excellence, beserta PT Bahasa Kita mengembangkan aplikasi pendeteksi dini penyakit psikosis menggunakan analisis semantik dan sintaksis.

"Kolaborasi akademisi lintas bidang ilmu dan juga pelibatan industri sejak awal inovasi sangat diperlukan untuk mewujudkan hilirisasi inovasi teknologi kedokteran. Di sini Medical Technology sangat berperan dalam menjembatani kolaborasi interdisiplin ini," kata anggota tim peneliti yang juga Ketua Klaster Medical Technology IMERI FKUI Prasandhya Astagiri Yusuf, dalam keterangannya, Rabu.

Ia mengatakan aplikasi mobile ini diberi nama StethoSoul yang memanfaatkan teknologi speech-to-text dan text classification dengan machine-learning.

Menurut dia, penyakit ini merupakan suatu kondisi dimana seseorang kehilangan kontak dengan kenyataan. Tanda-tanda yang timbul adalah halusinasi, delusi, bicara yang inkoheren, dan perilaku yang kacau.

"Seseorang yang memiliki kondisi psikosis merupakan salah satu tanda awal penyakit skizofrenia. Namun, kewaspadaan masyarakat terhadap kondisi ini masih rendah karena banyak orang yang tidak sadar telah memiliki kondisi psikosis tersebut,” kata dr. Khamelia.

Dokter Khamelia lebih lanjut menjelaskan bahwa sebenarnya kondisi psikosis tersebut membutuhkan intervensi oleh spesialis medis profesional, namun jika kondisi ini dapat dideteksi lebih dini, maka intervensi tersebut dapat dilakukan lebih awal sehingga pemulihan dari kondisi tersebut dapat dilakukan dengan lebih efektif.

 Pada umunya analisis koherensi dalam mendeteksi gejala ini masih dilakukan secara manual dan dianalisis langsung oleh dokter spesialis.
Baca juga: Mahasiswa Fasilkom UI kembangkan aplikasi pemeriksa kesehatan jantung
Baca juga: Ketahui risiko terpapar COVID-19 melalui aplikasi karya mahasiswa UI


Meskipun demikian, seiring dengan berkembangnya teknologi pengolahan bahasa manusia saat ini, ekstraksi fitur linguistik dapat dilakukan untuk mendeteksi gangguan berbicara ini secara otomatis dengan bantuan machine learning.

Inovas ini secara resmi dinamakan StethoSoul sejak Maret 2021 ketika dipublikasikan perdana di acara Psychiatric Updates in Medical Practice (PUMP) 2021: Hollistic Approach Towards Mental Health in Geriatric Population.

Melalui StethoSoul, pengguna dapat melakukan tes berupa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh aplikasi. Kemudian jawaban akan diekstraksi dan dianalisis oleh mesin yang hasilnya digunakan untuk menunjang diagnosis dokter.

"Kami berharap dengan adanya aplikasi StethoSoul pendeteksian psikosis dapat dilakukan lebih awal sehingga kondisi tersebut dapat diatasi dengan lebih baik ke depannya," ujar Adila Alfa Krisnadhi, Ph.D, Direktur Tokopedia-UI Artificial Intelligence Center of Excellence.

Pengembangan aplikasi ini dapat terlaksana atas dukungan hibah dari Program pendanaan perancangan dan pengembangan purwarupa (P5) tahun 2020 dengan pendanaan dari Direktur Inovasi dan Science Techno Park (DISTP) UI. Pengembangan terhadap platform ini masih terus dilakukan dan diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat di tanah air secara luas.
Baca juga: Dokter jiwa: Anak-anak rentan alami gangguan psikologis selama pandemi
Baca juga: Jabar luncurkan "KJOL" untuk antisipasi masalah kejiwaan saat pandemi


Program ini dirancang untuk memfasilitasi pengembangan hasil-hasil penelitian UI yang telah dilakukan (dasar) agar dapat diaplikasikan pada masyarakat pengguna. Ia juga ditujukan untuk mencapai pengembangan lebih lanjut pada tahapan model/produk/purwarupa yang telah di uji coba dalam lingkungan yang sebenarnya.

Kolaborasi dari beberapa pihak dalam penelitian ini sudah dimulai sejak Februari 2020. Ini merupakan penelitian lanjutan dari riset yang diinisiasi dr. Khamelia terkait koherensi berbicara pasien dengan skizofrenia. Ide serta pengembangan aplikasi tersebut berangkat dari tiga sisi penelitian yang mendasari yaitu, kesehatan jiwa, kecerdasan artifisial, dan pengembangan aplikasi mobile. Selain itu, komponen kecerdasan artifisial (AI) pada aplikasi untuk speech-to-text disumbangkan oleh PT Bahasa Kita.

Berdasarkan hasil dari ketiga penelitian tersebut, ditemukan kondisi inkoherensi berbicara. Inkoherensi adalah merujuk pada kondisi ketika kata-kata yang digunakan dalam suatu kalimat mengandung beberapa ide yang tidak berhubungan. Kondisi tersebut dapat menunjukkan gejala psikosis.

Tim dari FKUI terdiri dari Dr. dr. Khamelia Malik, SpKJ., dr. I Gusti Agung Ayu Widyarini, Prasandhya Astagiri Yusuf, S.Si, M.T, Ph.D., dr. Damar Susilaradeya, M.Res, Ph.D., dr. Anindya Pradipta Susanto, B.Eng, M.M., La Febry Andira RC, S.T, M.T., Arierta Pujitresnani, S.Si, M.Si., dan Arya Lukmana. Tim Fasilkom UI terdiri dari Adila Alfa Krisnadhi, Ph.D., Lulu Ilmaknum Qurotaini, S.Kom., dan Annida Safira Arief. PT Bahasa Kita menyertakan Oskar Riandi dan tim untuk ikut terlibat dalam pengembangan aplikasi ini.

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021