Pelaku industri di Tanah Air akan mendapat manfaat dari transisi iklim jika menerapkan model produksi yang berkelanjutan
Jakarta (ANTARA) - Industri sawit Indonesia berpeluang mendapatkan nilai tambah bila memanfaatkan transisi iklim melalui penerapan model produksi bisnis yang berkelanjutan.

"Perubahan kebijakan dan hukum, inovasi dan teknologi, serta perubahan pasar akan terjadi sebagai respons atas transisi iklim. Seluruh sektor yang terkoneksi dalam perdagangan global akan terdampak termasuk kelapa sawit," kata CEO of Climate Advisers UK and the Managing Director of Orbitas Mark Kenber dalam rilis webinar Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) yang digelar di Jakarta, Jumat.

Orbitas merupakan lembaga riset yang berbasis di Amerika Serikat yang meneliti risiko transisi iklim untuk investor yang mendanai komoditas tropis.

Dalam kajian terbarunya berjudul "Climate Transition Risk Analyst Brief, Indonesia Palm Oil", Orbitas menyebutkan pelaku industri di Tanah Air akan mendapat manfaat dari transisi iklim jika menerapkan model produksi yang berkelanjutan.

Berdasarkan kajian tersebut, disebutkan bahwa industri kelapa sawit Indonesia berpeluang mendapat penambahan nilai hingga 9 miliar dolar AS atau sekitar Rp130 triliun apabila proaktif melakukan mitigasi perubahan iklim global.

"Upaya ini dapat dicapai jika sektor perbankan dan investor, pemerintah pusat dan daerah, perusahaan dan organisasi kemasyarakatan merespons dengan sigap. Terutama dengan strategi memanfaatkan permintaan minyak sawit yang terus tumbuh, sembari mengurangi emisi gas rumah kaca, serta melindungi hutan dan lahan gambut," paparnya.

Laporan ini mengungkap transisi iklim akan berdampak besar pada bisnis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) sebagai komoditas ekspor utama Indonesia.

Sejauh mana dampaknya, baik negatif atau positif, tergantung dari kecepatan respons berbagai pemangku kepentingan di Indonesia.

Walaupun peluangnya cukup besar, menurut dia, risiko yang ditimbulkan jika bisnis sawit tidak dikelola secara berkelanjutan justru lebih besar. "Laporan ini menunjukkan 76 persen lahan konsesi yang belum ditanami dan 15 persen konsesi yang sudah ditanami berisiko menjadi aset terdampar," ujarnya.

Ia memaparkan kemampuan produsen sawit untuk mengelola risiko ditentukan oleh kemampuan menghasilkan panen, kemampuan adaptasi pada perubahan, akses modal, dan efisiensi operasional.

Pembicara lainnya, Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholder Engagement Sinar Mas Agribusiness & Food Agus Purnomo menyebutkan bahwa selama ini perusahaan telah berupaya menerapkan sawit berkelanjutan dengan beradaptasi pada tantangan perubahan iklim.

"Ada empat strategi yang kami lakukan untuk menghadapi dampak transisi iklim yakni menggunakan bibit unggul untuk mengatasi penurunan produktivitas, memperbaiki kawasan di sekitar sungai dan mencegah terjadinya kekeringan dan banjir, menerapkan teknologi water footprint yakni vertigasi melalui pipa-pipa yang meneteskan air di daerah kering, dan mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan," kata Agus.

Agus juga menyebut pihaknya selama ini telah melibatkan 87 ribu petani swadaya masuk ke dalam rantai pasok dan melakukan berbagai upaya mendukung produktivitas mereka.

Sementara itu , VP Corporate Banking 6 Bank Mandiri Nurulloh Priyo Sembodo menyebutkan sektor agrikultur, khususnya kelapa sawit, selama ini menjadi tulang punggung perekonomian karena sektor ini yang memiliki kecepatan pemulihan yang baik di masa pandemi.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan Dedi Junaedi menambahkan banyak regulasi yang telah dikeluarkan pemerintah, termasuk saat ini terdapat rencana aksi nasional (RAN) sawit berkelanjutan dengan melibatkan 14 kementerian/lembaga pusat, 26 gubernur dan bupati daerah sentra sawit.

Baca juga: Kementan: 755 perkebunan sawit telah bersertifikat ISPO
Baca juga: Pemerintah serius tangani industri sawit agar berkelanjutan
Baca juga: BPDPKS: Isu negatif sawit merupakan persaingan dagang minyak nabati

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021