Kemudahan memulai usaha diharapkan dapat meningkatkan kewirausahaan dan perkembangan UMKM
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Thomas Dewaranu menyatakan dampak positif UU Cipta Kerja mulai terlihat, yang terindikasi dari laporan kemudahan berusaha dari Economic Freedom of the World (EFW) Report 2021.

Thomas dalam rilis di Jakarta, Jumat, menyatakan laporan tersebut memperlihatkan perbaikan nilai Indonesia pada kategori memulai usaha yang menjadi 9,54 dari 9,0 pada tahun sebelumnya.

Peningkatan nilai dalam kategori memulai usaha di laporan EFW 2021 mengukur beberapa hal, yaitu waktu dan uang yang dikeluarkan untuk mengurus perizinan sebuah perseroan terbatas (PT) serta modal minimal yang harus dikeluarkan untuk mendirikan suatu PT.

"Perbaikan peringkat pada kategori ini menunjukkan adanya respons pemerintah pada kebutuhan dunia usaha. Kemudahan memulai usaha diharapkan dapat meningkatkan kewirausahaan dan perkembangan UMKM," jelas Thomas.

Baca juga: Kemenko pastikan penerapan UU Cipta Kerja permudah izin usaha

Ia memaparkan perizinan berusaha diselenggarakan dengan berbasis risiko pascaberlakunya UU Cipta Kerja, yaitu usaha dengan risiko rendah cukup memiliki nomor induk berusaha (NIB).

Sedangkan, risiko menengah rendah membutuhkan NIB dan sertifikat standar berupa pernyataan mandiri, risiko menengah tinggi membutuhkan NIB dan sertifikat standar yang harus diverifikasi oleh pemerintah, sedangkan risiko tinggi membutuhkan NIB dan izin usaha.

Terkait dengan modal minimal pendirian (PT) UU Cipta Kerja mengubah ketentuan UU Perseroan Terbatas dengan menghapus ketentuan modal minimal Rp50 juta dan menyerahkannya kepada keputusan pendiri perseroan.

UU Cipta Kerja juga menetapkan bahwa pendirian PT yang memenuhi kriteria sebagai usaha mikro dan kecil dapat dilakukan oleh satu orang, artinya PT dengan omzet kurang dari Rp50 miliar per tahun dapat dimiliki perorangan.

UU Cipta kerja juga menghapuskan wajib daftar perusahaan perizinan di bidang lingkungan. Usaha mikro dan kecil dan usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib memiliki upaya pengelolaan lingkungan-upaya pemantauan lingkungan (UKL-UPL) dan/atau kegiatan yang tidak wajib memiliki amdal, cukup membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL).

"Akan tetapi, perbaikan dalam hal kemudahan berusaha harus dibarengi dengan reformasi peradilan. Laporan yang sama menunjukkan bahwa upaya hukum dalam rangka pemenuhan hak dan kewajiban dalam perjanjian (legal enforcement of contract) di Indonesia masih rendah dan hanya mampu meraih nilai 4,3," imbuhnya.

Menurut Thomas, Economic Freedom of the World (EFW) Report adalah indikator penting mengingat tingkat kebebasan ekonomi dapat mengarah pada peningkatan di bidang-bidang sosial dan ekonomi lainnya.

Sebelumnya, Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) menyatakan UU Cipta Kerja perlu betul-betul memperbaiki iklim bisnis sektor kelautan dan perikanan. Untuk itu, Iskindo siap membantu mengeluarkan rekomendasi terkait hal tersebut.

"Iskindo telah merumuskan dan akan mengeluarkan 17 poin rekomendasi strategis kepada pemerintah yang memuat tantangan dan proyeksi pembangunan maritim sampai dengan 2045," kata Ketua Umum Iskindo Zulficar Mochtar.

Ia menambahkan bahwa setelah diberlakukan UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja, saat ini belum memberikan iklim yang kondusif dan perbaikan pembangunan kelautan.

Ia berpendapat bahwa kepastian hukum bagi masyarakat kelautan belum benar-benar terjamin dengan adanya UU Cipta Kerja.

Selain itu, Zulficar juga menyoroti kelambatan penyusunan aturan pelaksanaan dan kontroversi yang muncul terhadap aturan pelaksana UU Cipta Kerja.

Baca juga: Kemenkeu: UU Cipta Kerja perkuat fasilitas kepabeanan untuk KEK
Baca juga: Pemerintah targetkan pendapatan per kapita 12.200 dolar AS pada 2030

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021