Jenewa (ANTARA) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) setuju untuk memulai perundingan tentang perjanjian internasional guna mencegah dan mengendalikan pandemi di masa depan, ketika dunia sedang bersiap memerangi varian baru virus corona, Omicron.

Kesepakatan untuk meningkatkan upaya melawan pandemi diharapkan akan siap pada Mei 2024. Perjanjian itu mencakup isu-isu, dari berbagi data dan pengurutan genom virus baru hingga distribusi secara adil vaksin dan obat-obatan yang berasal dari penelitian.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam pertemuan para menteri kesehatan pada Rabu mengatakan penerapan perjanjian itu menjadi harapan semua orang.

"Tentu saja perjalanan masih panjang. Masih ada perbedaan pendapat tentang apa yang bisa atau harus terkandung dalam kesepakatan baru itu," kata Tedros.

Baca juga: Denmark temukan kasus Omicron pada penonton konser

Sementara itu, negara-negara masih harus mematuhi Peraturan Kesehatan Internasional WHO 2005, kata dia.

Keputusan bertajuk "Dunia Bersama" itu diadopsi melalui konsensus di majelis khusus oleh 194 negara yang merupakan anggota badan kesehatan PBB itu.

"Teks di hadapan kita adalah produk dari diskusi ekstensif, pertukaran pikiran, dan kompromi," kata Duta Besar Australia untuk PBB Sally Mansfield, yang ikut memimpin kelompok kerja tersebut.

Uni Eropa (EU) telah mendorong kesepakatan tentang perjanjian internasional yang mengikat secara hukum, bersama dengan sekitar 70 negara.

Namun, Brazil, India, dan Amerika Serikat termasuk di antara mereka yang enggan berkomitmen pada perjanjian, kata para diplomat.

Baca juga: Korsel laporkan lima kasus pertama varian Omicron

"Kami menyerukan proses ambisius dalam mengembangkan perjanjian ini, mari kita tunjukkan komitmen dan keterlibatan multilateral kita menuju instrumen yang mengikat," ujar kepala delegasi EU untuk PBB di Jenewa Duta Besar Lotte Knudsen.

AS menyambut baik keputusan tersebut dengan mengatakan bahwa "langkah penting ini mewakili tanggung jawab kolektif kita untuk bekerja sama untuk memajukan keamanan kesehatan dan membuat sistem kesehatan global lebih kuat dan lebih responsif."

Lebih dari 262,22 juta orang telah dilaporkan terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dan 5,46 juta orang meninggal dunia sejak virus itu muncul di China pada Desember 2019.

WHO mengatakan China masih belum membagikan beberapa data awal yang mungkin membantu menunjukkan dengan tepat asal usul virus.

China mengatakan pada Senin (29/11) bahwa mereka siap untuk bekerja mengembangkan perjanjian internasional baru yang diharapkan akan menghindari "politisasi, stigmatisasi, dan instrumentalisasi".

Sumber: Reuters

Baca juga: Temukan 22 kasus Omicron, Inggris desak warganya disuntik "booster"
Baca juga: Arab Saudi temukan kasus pertama Omicron

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021