Jakarta (ANTARA) - Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menyatakan bahwa anak-anak tidak bisa dipisahkan dari rencana pemulihan pandemi COVID-19.

“Tujuan kita, yakni pemulihan pandemi COVID-19 dan anak-anak tidak bisa dikeluarkan dari rencana tersebut,” kata Perwakilan UNICEF Indonesia Robert Gass dalam sambutannya pada laporan “IVR Report UNICEF: Dampak Sosial Ekonomi Pandemi COVID-19 terhadap Rumah Tangga di Indonesia” secara virtual di Jakarta, Jumat.

Ia mengingatkan bahwa setiap negara harus memenuhi hak-hak anak dalam mewujudkan visi pembangunan. 

“Sangat tidak mungkin negara-negara bisa efektif mewujudkan visi pembangunannya tanpa memberikan hak perlindungan dan melibatkan mereka,” ujarnya.

Selain itu, kata Gass, anak-anak perlu mendapatkan akses kesehatan, khususnya vaksin, di tengah pandemi.

Berdasarkan hasil survei kolaborasi UNICEF, Program Pembangunan PBB (UNDP), Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian (PROSPERA), dan The SMERU Research Institute, anak-anak cukup terdampak baik dari segi fisik maupun mental.

Survei itu dilakukan terhadap 2.400 rumah tangga di 34 provinsi dalam tiga periode, yakni pada 7-19 Desember 2020, 21 Desember 2020-6 Januari 2021, dan 8-21 Januari 2021.

Dari segi fisik, satu dari dua rumah tangga dengan anak kesulitan untuk menyediakan makanan bergizi dan terpaksa makan dengan porsi yang lebih sedikit.

Sebanyak 45,3 persen rumah tangga mengalami kedua kesulitan itu pada survei periode pertama, kemudian meningkat menjadi 46,5 persen di periode kedua, dan menurun menjadi 44,3 persen di survei periode ketiga.

Dari segi mental, dalam dua bulan periode tersebut depresi dan ketidakbahagiaan dalam rumah tangga berikut anggotanya meningkat 40 persen.

Kondisi tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor, yaitu kehilangan pekerjaan (58,4 persen), penerapan semua strategi untuk bertahan terhadap pandemi (68,2 persen), dan pembelajaran daring (57,7 persen).

Baca juga: Generasi "pandemi" hadapi ancaman kesehatan mental

Dari segi mental, dalam dua bulan periode tersebut depresi dan ketidakbahagiaan dalam rumah tangga berikut anggotanya meningkat 40 persen yang diakibatkan kehilangan pekerjaan (58,4 persen), penerapan semua strategi untuk bertahan terhadap pandemi (68,2 persen), dan pembelajaran daring (57,7 persen).

Selanjutnya, sembilan dari 10 rumah tangga melaporkan kesulitan dalam pembelajaran daring anak-anaknya, salah satunya karena kesulitan jaringan internet yang tersebar 57 persen di perkotaan luar Jawa, 61,9 persen di perdesaan luar Jawa, 51,9 persen di perkotaan Pulau Jawa, dan 58,2 persen di perdesaan Pulau Jawa. 

Sementara itu, Koordinator Wilayah Eks-Karesidenan Surakarta dan Anggota Forum Anak Nasional Aprilia Pamuji mengaku menghadapi tantangan kesehatan mental, terutama dalam pembelajaran daring selama pandemi.

“Adanya tugas rumah yang tidak semua penjelasannya benar-benar jelas dan kita harus bertanya kepada orang tua, namun beberapa pertanyaan tidak bisa dijawab dan menambah emosi orang tua,” kata pelajar SMA itu.

Ia menambahkan dirinya terhimpit dua tanggung jawab, yakni memahami materi yang belum dijelaskan detail oleh guru dan tuntutan orang tua untuk mendapatkan nilai bagus.

Aprilia juga mengatakan dirinya tidak bisa berbagi cerita dengan teman-temannya karena terkendala pembatasan sosial serta kendala jaringan internet apabila menggunakan aplikasi, seperti Zoom.

Gass berharap hasil survei tersebut bisa menjadi acuan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan untuk memitigasi dampak sosial ekonomi yang diakibatkan pandemi COVID-19, terutama untuk anak-anak.

“Kita semua berupaya untuk memastikan semua masyarakat dan anak-anak mendapatkan akses untuk pendidikan dan kesehatan. UNICEF berkomitmen untuk bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia,” katanya.


Baca juga: Aplikasi telemedisin sebut kesehatan mental jadi fokus pasca-COVID

Baca juga: Lindungi kesehatan jiwa saat pandemi dengan normalisasi kehidupan


 

Kolaborasi Kemensos-UNICEF dalam perlindungan anak

 

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021