Sekarang tinggal bagaimana kita bersama-sama menutup celah bahayanya gelombang COVID-19.
Jakarta (ANTARA) -
Pandemi COVID-19 di Indonesia telah berlangsung selama dua tahun, tepatnya sejak kasus pertama ditemukan pada Maret 2020.
 
Pada awal-awal pandemi, bukan Indonesia saja, seluruh negara di dunia "meraba-raba" cara seperti apa yang tepat dan cocok diterapkan untuk menekan penyebaran virus yang begitu mudah mewabah dan mematikan tersebut.
 
Indonesia pun demikian, juga ikut mencari formula yang tepat dalam menangani pandemi, karena COVID-19 tidak hanya mempengaruhi sisi kesehatan semata, tetapi juga sisi ekonomi dan sosial masyarakat.
 
Pada 2020 itu terjadi lonjakan kasus dari rentang Maret-Mei di Indonesia, bahkan mengakibatkan gelaran pemilihan kepala daerah tertunda hingga baru bisa digelar pada akhir 2020.
 
Kala itu tentunya penyelenggaraan Pilkada 2020 akan menyedot interaksi maupun kerumunan yang begitu banyak jika merujuk penyelenggaraan di luar kondisi pandemi, namun kondisinya pada penyelenggaraan pada 2020 tentunya dalam keadaan pandemi.

Oleh sebab itu, Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berusaha memastikan penyelenggaraan pilkada dapat berjalan dengan baik, namun tidak pula membuat lonjakan kembali kasus COVID-19 yang sudah mulai mereda.
 
Kemendagri akhirnya menerapkan beberapa kebijakan saat itu, seperti pengetatan, pembatasan kegiatan yang menimbulkan kerumunan termasuk dalam proses kampanye pilkada, serta penerapan protokol kesehatan ketat.
 
Upaya itu berbuah manis, pilkada yang digelar pada Desember 2020 ternyata berjalan sukses dan tidak menimbulkan lonjakan penularan COVID-19.
 
Merujuk dari upaya-upaya yang telah dilakukan dan berhasil menekan penyebaran COVID-19, Kemendagri pun mulai membuat kebijakan yang terstruktur untuk skala besar di awal 2021. Hal itu juga sebagai langkah antisipasi menekan penyebaran virus pascaliburan akhir tahun di 2020.
 
Pada, 6 Januari 2021 Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian akhirnya menerbitkan instruksi pertamanya tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan untuk pengendalian COVID-19. Aturan tersebut mulai berlaku dari 11-25 Januari 2021.
 
Pada Inmendagri Nomor 1 Tahun 2021 tersebut mengatur pembatasan masyarakat mengenai bekerja di kantor (WFO) dan komposisi bekerja dari rumah (WFH). Kemudian pelaksanaan kegiatan belajar mengajar berubah ke bentuk daring, dan pembatasan kegiatan restoran serta pusat perbelanjaan.
 
Aturan pembatasan itu terus dievaluasi secara berkala, menyesuaikan dengan kondisi penularan yang terjadi di sepanjang 2021. Instruksi Mendagri tersebut diperbarui setiap dua minggu yang akhirnya bernama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
 
Inmendagri tentang PPKM yang awalnya hanya satu inmendagri saja, kemudian diperbaharui dan berubah menjadi Inmendagri PPKM Jawa-Bali, PPKM Luar Jawa-Bali, PPKM Mikro, bahkan pada akhir 2021 ini juga diberlakukan PPKM untuk Natal dan tahun baru.
 
Mendagri Tito Karnavian pun mengakui aturan tentang pandemi COVID-19 tidak bisa dibuat konsisten untuk sepanjang tahun, oleh karena pendemi merupakan sebuah situasi yang dinamis. Dinamikanya bukan hanya dalam rantang mingguan saja, tetapi harian, bahkan jam.
 
Oleh karena itu penyesuaian PPKM dievaluasi berskala mingguan dan instruksi terbaru yang diterbitkan Mendagri Tito Karnavian pada 24 Desember 2021 lalu yakni Inmendagri bernomor 69 Tahun 2021.
 
Pada pembaruan, penyesuaian PPKM terus berkembang, yang awalnya hanya soal pembatasan dan penerapan protokol kesehatan saja, kemudian juga memuat soal aturan perjalanan, edukasi COVID-19 hingga mengenai dorongan untuk daerah memaksimalkan belanja mereka agar dapat menstimulus ekonomi masyarakat.
 
Pada semester kedua 2021 pun, Mendagri juga menambahkan instruksi soal percepatan vaksinasi, menekankan kepada daerah agar tidak menahan stok vaksin, dan melakukan pemerataan vaksinasi COVID-19 dalam Inmendagri PPKM.
 

Tidak alergi
 
Pelaksanaan pembatasan kegiatan tentunya menimbulkan pro dan kontra karena hal itu berkaitan dengan hajat banyak orang.
 
Pembatasan tersebut tidak hanya berdampak mengenai kesehatan saja, tetapi juga bertalian dengan perekonomian serta kehidupan sosial masyarakat.
 
Dan di sini Pemerintah "tidak alergi" dengan kritikan yang disampaikan terkait aturan pembatasan kegiatan masyarakat itu. Seperti ketika aturan pembatasan kegiatan sempat berubah menjadi PPKM Level 4, hal itu membuat kekhawatiran beberapa pihak terhadap sisi perekonomian.
 
Hal itu kemudian diperbarui menjadi penyesuian level PPKM, penerapan level 4, 3, 2 dan 1 di masing-masing daerah sesuai dengan kondisi daerah, sehingga penerapan PPKM di setiap daerah berbeda-beda sesuai dengan level kasus COVID-19 dari daerah tersebut.
 
Penetapan level juga sesuai dengan kondisi penularan COVID-19 hasil evaluasi mingguan dari daerah tingkat kabupaten dan kota.
 
Begitu juga dengan Inmendagri PPKM Natal 2021-Tahun Baru 2022, awalnya memakai istilah PPKM Level 3 dan kemudian istilah tersebut batal digunakan. Penggunaan bahasa PPKM Level 3 kemudian dihindari karena tidak semua daerah sama tingkat kerawanan pandemi COVID-19-nya.
 

Membuahkan hasil
 
Upaya berkelanjutan dengan penyesuaian pembatasan kegiatan masyarakat yang dilakukan dalam periode mingguan itu membuahkan hasil.
 
Indonesia memang juga merasakan dampak lonjakan gelombang kedua dari COVID-19 pada tengah tahun di 2021 ini. Pada saat itu varian Delta dari COVID-19 merebak di seluruh dunia, dan Indonesia juga ikut terkena gelombang penularan varian tersebut.
 
Namun dengan berbagai upaya penerapan penyesuaian pembatasan, lonjakan gelombang kedua COVID-19 masih bisa dikendalikan dan pada akhirnya 2021 ini sudah berada pada kurva terendah dari yang dicatatkan sepanjang tahun.
 
Bahkan World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia mengapresiasi serta menempatkan Indonesia sebagai negara yang tingkat risiko COVID-19 di level 1.
 
WHO telah membuat empat level tingkat penilaian risiko untuk COVID-19. Level 1 berarti rendah, level 2 moderat atau rata-rata, level 3 tinggi, dan level 4 sangat tinggi.
 
Indonesia masuk dalam kategori low atau rendah dari berbagai indikator, di antaranya kasus terkonfirmasi COVID-19 dan bed occupancy rate (BOR) yang terkendali.
 
Kini memasuki 2022, dunia, tidak terkecuali Indonesia dihadapkan dengan gelombang ketiga COVID-19, yakni varian Omicron yang mulai ditemukan penularannya beberapa waktu lalu.
 
Pemerintah pun mengambil langkah cepat dengan melakukan penyesuaian pembatasan, termasuk pembatasan kedatangan dari luar negeri. Indonesia mengetatkan pintu masuk dari luar negeri, dan juga penyesuaian dalam aturan PPKM.
 
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, namun upaya tersebut tidak akan efektif tanpa dukungan berbagai pihak, termasuk masyarakat. Kesadaran masyarakat terhadap penerapan protokol kesehatan, dan aturan perjalanan jika bepergian ke luar negeri tentu akan menghindarkan bangsa ini bahayanya potensi gelombang Omicron.
 
Sekarang tinggal bagaimana kita bersama-sama menutup celah bahayanya gelombang COVID-19, sehingga segera terbebas dari pandemi yang sudah berlangsung 2 tahun belakangan.

Semua pihak harus mendukung upaya Pemerintah dalam mengendalikan pandemi dengan taat protokol kesehatan, serta ikut program vaksinasi demi terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity).
Baca juga: Satgas ajak masyarakat berperan cegah Omicron
Baca juga: Pemerintah perketat karantina dan percepat vaksinasi hambat Omicron

Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021