Putusan MK itu juga menunjukkan perilaku hakim yang makin responsif terhadap isu-isu politik dan opini publik.
Jakarta (ANTARA) - Dua analis CSIS Indonesia menilai putusan hakim Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi undang-undang dapat berpengaruh pada dinamika politik di Tanah Air.

Oleh karena itu, Peneliti Politik CSIS Indonesia D. Nicky Fahrizal dan Asisten Peneliti Azeem Marhendra Amedi dalam hasil analisisnya yang diunduh di Jakarta, Rabu, berharap MK dapat mempertahankan kemandirian dan sikap tegasnya demi menjaga stabilitas demokrasi, sosial politik, dan ekonomi di Indonesia.

Dua peneliti itu lantas menerangkan pengaruh MK terhadap dinamika politik di tanah air dapat dilihat dari dua putusan uji materinya yang diputus pada tahun 2020, yaitu Putusan MK No. 37/PUU-XVIII/2020 dan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020.

Putusan MK No. 37/PUU-XVIII/2020 merupakan hasil uji materi terhadap UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Sementara itu, Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 merupakan hasil uji materi terhadap UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Putusan MK No. 37, menurut dua peneliti CSIS itu, merupakan bukti adanya respons aktif Mahkamah Konstitusi terhadap kebijakan publik, terutama melalui hasil uji materi yang dapat memengaruhi penyusunan ulang kebijakan.

Mereka menilai putusan MK itu juga menunjukkan perilaku hakim yang makin responsif terhadap isu-isu politik dan opini publik.

Sementara itu, Putusan MK No. 91 yang memberikan waktu 2 tahun bagi pemerintah untuk merevisi UU Cipta Kerja, juga berdampak pada dimensi politik dan hukum di Tanah Air.

"Waktu 2 tahun sejak putusan dijatuhkan adalah waktu ketika parpol sedang menyusun strategi politik untuk mendapatkan sebanyak mungkin dukungan konstituen sebab mendukung revisi UU Cipta Kerja merupakan tindakan yang tidak menguntungkan secara politis," katanya.

Dua peneliti CSIS pada awal minggu ini menerbitkan hasil analisisnya terhadap dua putusan MK itu dalam sebuah dokumen kajian berjudul Analisis Kontekstual terhadap Dua Putusan Mahkamah Konstitusi: Putusan MK No. 37/PUU-XVIII/2020 dan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020.

Di bagian penutup,  Nicky dan Azeem berkesimpulan hakim-hakim MK saat ini makin aktif dan responsif terhadap produk hukum yang dibuat DPR bersama pemerintah.

Oleh karena itu, keduanya berharap ke depan pemerintah dan DPR lebih cermat dalam menyusun peraturan perundang-undangan demi menjamin tata kelola hukum yang baik serta memaksimalkan partisipasi masyarakat sebagai pemegang kedaulatan.

Terlebih, ada beberapa rancangan undang-undang (RUU) yang rentan dipolitisasi pada tahun 2022.

Ia menyebutkan RUU itu, antara lain RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP), RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP), dan RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama.

Baca juga: Perbaikan UU Cipta Kerja, pemerintah disarankan libatkan publik

Baca juga: Putusan MK terkait UU Cipta Kerja tetap jamin kepastian hukum investor

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022