Jadi memang permasalahannya seputar proses pengadaan alat itu saja"
Padang (ANTARA News) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang, Sumatera Barat, menyatakan bahwa tersangka kasus korupsi pengadaan Alat Kesehatan (alkes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Rasidin Padang kemungkinan akan bertambah.

"Saat ini masih satu orang tersangkanya, namun ada kemungkinan akan bertambah. Kita lihat hasil pemrosesannya nanti," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Padang, Zulfan Tanjung di Padang, Selasa.

Ia menjelaskan, dalam pengadaan alkes yang diduga bermasalah tersebut terdapat sejumlah pihak yang mempunyai peranan.

"Saat ini tersangkanya adalah Direktur Utama (Dirut) rumah sakit itu, namun dalam proses pengadaan juga ada pihak lain yang berperan," katanya.

Beberapa pihak itu katanya, seperti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), serta perusahaan pihak ketiga (rekanan).

"Semua pihak yang disebutkan itu sudah diperiksa sebagai saksi, jadi tunggu hasil pemrosesan yang sedang dilakukan tim penyidik," jelasnya.

Sebelumnya, hal itu terkait permasalahan yang disebutkan dalam pengadaan alkes RSUD itu, dimana Zulfan Tanjung menyebutkan permasalahan hanya seputar pengadaannya saja.

Sedangkan alat kesehatan yang diadakan tidak bermasalah dan telah digunakan oleh rumah sakit hingga saat ini.

"Jadi memang permasalahannya seputar proses pengadaan alat itu saja," katanya.

Ia juga menyebutkan, berdasarkan hitungan inspektorat kerugian keuangan yang dialami negara atas kasus itu sekitar Rp800 juta. Total anggaran sebanyak Rp65 miliar, yang berasal dari Kementerian Kesehatan RI, pada 2012.

Sebelumnya, dalam kasus itu baru ditetapkan satu nama sebagai tersangka, yakni Dirut RSUD "AS". Tersangka hingga saat ini tidak ditahan.

Dugaan korupsi pengadaan alkes RSUD Padang telah memasuki waktu satu tahun lebih sejak dinaikkan ke tingkat penyidikan pada Mei 2014.

Laporan awal diterima kejaksaan dari masyarakat sejak awal 2014. Kasus tersebut termasuk dalam satu kasus yang disupervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu, karena dinilai "mengendap".

Pewarta: Altas Maulana
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015