Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri mengatakan bahwa terkait empat opsi dalam proyek revitalisasi Jalur Kereta Api Lintas Utara Jawa atau KA Semicepat Jakarta-Surabaya akan diputuskan pada Maret 2018.

Empat opsi berdasarkan hasil kajian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Kerja Sama Internasional Jepang (Jica). tersebut, pertama yaitu menggunakan jalur yang sudah ada (eksisting), kedua membangun jalur baru di sebelah rel lama dengan lebar rel "narrow gauge" (1.607 mm), ketiga membangun rel baru di sebelah rel lama dengan "standar gauge" (1.435 mm) dan keempat membangun dua jalur eksklusif.

"Belum diputuskan, sekarang konsepnya apa yang paling pas untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan kapasitas. Jadi, pendekatannya lebih ke pendapatan permintaan, kapasitas, teknis dan biaya," katanya usai ramah tamah di kantor Kemenhub, di Jakarta, Jumat.

Zulfikri mengatakan pihak Jepang menginginkan membangun jalur baru agar operasional kereta yang sudah ada tidak terganggu dengan adanya pengerjaan revitalisasi KA Jakarta-Surabaya.

Dia menambahkan Jepang menolak menggunakan sistem "window time" atau buka tutup saat pengerjaan revitalisasi.

"Dalam `window time` itu `kan susah. Jepang ingin tanpa ada interupsi terhadap operasi kereta yang eksisting. Walaupun menurut beberapa ahli bisa, Jepang enggak mau, mereka maunya tambah satu jalur," katanya.

Namun, lanjut dia, apabila jalur tambahan itu hanya dipakai sementara saat proses pengerjaan revitalisasi saja, maka tidak akan efisien.

"Makanya, daripada itu hilang, lebih efisien kalau kita tambahkan rel agar tidak terganggu," katanya.

Zulfikri sendiri mengaku mengarah ke opsi kedua dan ketiga karena pengerjaan bisa lebih cepat, meski akan ada potensi pembengkakan nilai investasi.

"Di antara `standard` dan `narrow`, itu kan sesuatu yang sama, kapasitas bisa lebih cepat, hitung-hitungan biaya, kita bicara nanti," katanya.

Dia mengaku saat ini soal biaya belum diputuskan karena pemerintah ingin rancangan yang paling murah.

Pasalnya, Menhub Budi Karya Sumadi pernah mengatakan bahwa dengan teknologi "slab track" atau tanpa ballas (batu-batu) serta seluruhnya layang akan sangat mahal, lebih dari yang dipatok yaitu Rp60 triliun, yakni bisa mencapai Rp90 triliun.

"Kalau ditambah dengan jalur baru tapi hanya sementara dan dihilangkan, lebih mahal lagi," katanya.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017