Jakarta (ANTARA News) - Keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo diketahui menggunakan jasa sejumlah "money changer" untuk menyamarkan pengiriman uang dolar AS dari PT Biomorf Mauritius ke dirinya di Indonesia.

"Ini transaksi perbankan, Juli Hira punya izin `remittance`, Irvanto punya uang di Mauritius, Irvanto ingin tarik dolar AS di Indonesia, sebenarnya kalau mau transaksi sederhana langsung saja Biomorf langsung ke Indonesia tapi dia tidak mau," kata jaksa Irene Putri dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Setya Novanto (Setnov) dalam perkara ini didakwa menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-Elektronik.

Irvanto lalu menghubungi marketing tempat penukaran uang asing PT Inti Valuta Riswan alias Iwan Barala untuk membarter 2,62 juta dolar AS yang berasal dari Biomorf Mauritius tetap menjadi dolar AS yang diterima di Jakarta.

Mekanismenya, Iwan menghubungi rekannya pemilik "money changer" PT Berkah Langgeng Abadi Juli Hira. Juli lalu mencari "money changer" lain yang membutuhkan dolar AS dan menjual dolar milik perusahaan Juli ke "money changer" lain selanjutnya yang menjualnya lagi ke perusahaan yang membutuhkan dolar sehingga transaksi dilakukan berkali-kali dengan sejumlah selisih dolar.

"Perusahaan itu tidak semuanya klien Juli Hira, karena yang murni kliennya hanya Santoso. Juli Hira meminta tunai `remittance` karena dia punya rekening ke Singapura, dan uangnya ia jual lagi ke siapa saja yang butuh. Di Singapura ada berbagai perusahaan dan orang, mereka yang butuh dolar jadi ini transaksi biasa dan Juli Hira dapat poin keuntungan," tambah Irene.

Perusahaan itu antara lain Kohler Asia Pasific, Cosmic Enterprise, Sunshine Development, Golden Victory, Pasific Oleo Chemical, Hong Kong Trading Co dan Omni Potent Ventures

"Layer" jual beli itu pun mencapai 5-7 lapisan sebelum benar-benar sampai ke Juli Hira. Juli Hira selanjutnya menyampaikan uang 2,6 juta dolar AS itu ke Iwan dan Iwan memberikannya ke orang suruhan Irvanto secara tunai dalam 3 kali pengambilan.

Selain melalui "money changer", Irvanto juga menggunakan rekannya di Singapura, Muda Ikhsan Harahap untuk menjadi "kurir" dolar AS dan dolar Singapura untuk diantar secara "cash" kepada Irvanto di Jakarta.

Ia menerima uang dari Biomorf beberapa kali pada 24 Februari 2012 sebesar 29.075 dolar AS, 12 Maret 2012 sebesar 699.873 dolar AS, 23 Maret 2012 714 ribu dolar AS dan 148.000 dolar Singapura, pada 7b Mei 2012 sebesar 299.273 dolar AS, pada 10 Agustus 2012 sebesar 99.040 dolar AS, 12 September 2012 sebesar 49.893 dolar AS, 11 Desember 2012 sebesar 350 ribu dolar AS dari seseorang bernama Agung.

"Saya tarik `cash` lalu saya berikan ke Irvanto pada jam 2 atau 3 malem, sekaligus beberapa barang yang ia titipkan, Saya dikasih uang pengganti tiket sama mas Irvan sebesar 1.000 dolar Singapura dan sudah saya kembalikan ke KPK dengan beberapa biaya lain sebesar Rp17,5 juta," kata Muda Ikhsan yang juga menjadi saksi dalam kasus tersebut.

Dalam dakwaan Setya Novanto disebutkan bahwa para pengusaha yang mengerjakan tender KTP-E yaitu Andi Agustinus, Paulus Tannos, Anang Sugiana bertemu di apartemen Pacific Place dan menyepakati "fee" sebesar 3,5 juta dolar AS untuk Setnov akan direalisasikan oleh Direktur PT Quadra Solutions Anang Sugiana dan dananya diambilkan dari bagian pembayaran PT Quadra Solution kepada Johannes Marliem melalui perusahaan Biomorf Mauritius dan PT Biomorf Lone Indonesia.

Caranya adalah dengan mentransfer ke rekening Made Oka Masagung di Singapura dan yang akan menyerahkan kepada Setnov adalah Made Oka Masagung.

Untuk itu Johanes Marliem akan mengirim beberapa "invoice" kepada Anang Sugiana sebagai dasar untuk pengiriman uang sehingga seolah-olah pengiriman uang tersebut merupakan pembayaran PT Quadra Solution kepada Biomorf Mauritius atau PT Biomorf Lone Indonesia.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018